Teknologi Pembesaran Udang Windu dengan Sistem Semi-Intensif
Pembesaran
udang dilakukan dengan menerapkan teknologi yang terdiri dari
teknologi sederhana, semi intensif, intensif, dan super intensif. Proses pembesaran udang
harus
memenuhi persyaratan jaminan mutu
dan keamanan pangan dan
menerapkan cara
pembesaran ikan yang baik
dari
tahap pra produksi, proses produksi, dan panen.
Pelaksanaan suatu kegiatan budidaya udang di tambak
memerlukan syarat khusus yang sesuai dengan sifat dan
kebiasaan udang windu. Jenis kegiatan budidaya udang
windu di tambak antara lain persiapan atau pengolahan tanah dasar, penebaran benur, pemeliharaan, dan panen
serta pascapanen (Buwono, 1993).
Langkah langkah dalam persiapan tambak antara lain: a) Remediasi; b) Pemberantasan hama; c) Pengapuran; d) Pemupukan; e) Pengisian air.
Teknologi
Semi Intensif
Teknologi semi
intensif dilakukan
pada pembesaran udang windu (Penaeus Monodon) dan
udang vaname (Litopenaeus Vannamei)
dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Tambak Tanah
1) konstruksi tambak harus
mampu
menahan volume air
(tidak bocor) dan bentuk tambak tidak memiliki
sudut mati
<45° (kurang dari empat puluh lima derajat);
2) luasan maksimum 1 (satu) hektare per
petak;
3) kedalaman air minimal 80 (delapan puluh) sampai dengan
100 (seratus)
cm
untuk
dapat
menciptakan kualitas air yang baik untuk kehidupan udang,
dan kemiringan dasar
tambak
0,2%
(nol
koma
dua
persen) ke arah saluran
pembuangan (outlet);
4) petak tandon berkapasitas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari volume air pemeliharaan baik secara individu
maupun kolektif;
5)
apabila kandungan zat besi pada lahan
tambak lebih dari
0,02 (nol koma nol dua) ppm perlu dilakukan perlakuan tanah dasar tambak;
6) desain dan tata letak
dibangun
untuk
mendapatkan
air
dengan kualitas baik dan mencegah penularan penyakit yang terdiri dari petak saluran pengendapan/tandon, petak pembesaran dan petak/saluran pengolah limbah, sebagaimana tercantum pada
Gambar 2;
7)
sistem
pembuangan air dibuat ke arah saluran buang;
8) tambak dengan dasar tanah
dilakukan pengeringan, pembalikan tanah,
pengapuran, pemasukan air,
dan sterilisasi air;
9) sarana dan prasarana
yang
digunakan
meliputi
benih,
pakan, obat ikan, gudang untuk pakan dan obat ikan,
peralatan kualitas air, bengkel kerja, genset/PLN, sarana laboratorium, sarana
biosekuriti, perumahan dan gedung
administrasi, rumah jaga
tambak, instalasi pengolah limbah, dan sarana panen;
10) pengukuran kualitas air berupa
suhu, salinitas, pH, alkalinitas, dan DO dilakukan
sebelum dilakukan
penebaran benih udang;
11)
pintu air masuk (inlet) dan pintu air buang (outlet) harus terpisah atau
dalam hal hanya
terdapat satu
pintu air harus memiliki fungsi
spesifik air masuk atau air buang;
12) pemasukan air, sterilisasi air, dan
pemberian probiotik dilakukan pada
awal
pemeliharaan, selanjutnya penambahan air melalui
tandon;
13) pengaturan sistem filtrasi dilaksanakan mulai dari tahapan air masuk
dengan bahan filter
kasar dan filter
halus, sampai dengan air pembuangan;
dan
14) memiliki
sarana
pengelolaan limbah padat/cair
sesuai kebutuhan dan ditempatkan di
lokasi yang
tidak menyebabkan risiko kontaminasi/pencemaran pada lingkungan, wadah budidaya, maupun
fasilitas lain.
b.
Tambak
Lining
1) konstruksi tambak harus
mampu
menahan volume air
(tidak bocor) dan bentuk tambak tidak memiliki
sudut mati
<45° (kurang dari empat puluh lima derajat);
2) luasan maksimum 1 (satu) hektare per
petak;
3) kedalaman air minimal 80 (delapan puluh) sampai dengan
100 (seratus) cm untuk
dapat menciptakan kualitas air yang baik untuk kehidupan udang, dan
kemiringan dasar tambak 0,2% (nol koma
dua persen) ke arah saluran pembuangan (outlet);
4) petak tandon berkapasitas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari volume air pemeliharaan baik secara individu
maupun kolektif;
5) desain dan tata
letak dibangun untuk mendapatkan
air
dengan kualitas baik dan mencegah penularan penyakit
yang terdiri dari petak saluran pengendapan/tandon, petak pembesaran dan
petak/saluran pengolah limbah, dilengkapi dengan saluran pasok
dan saluran buang secara terpisah;
6)
sistem
pembuangan air dibuat ke arah saluran buang;
7) sarana dan prasarana
yang
digunakan
meliputi
benih,
pakan, obat ikan, gudang untuk pakan dan obat ikan,
peralatan kualitas air, bengkel kerja, genset/PLN, sarana laboratorium, sarana
biosekuriti, perumahan dan gedung
administrasi, rumah jaga
tambak, instalasi pengolah limbah, dan sarana panen;
8) tambak dengan dasar
lining
langsung dilakukan
pemasukan air, sterilisasi air, dan pemberian probiotik, selanjutnya penambahan air melalui tandon;
9) pengukuran kualitas air
berupa
suhu,
salinitas, pH, alkalinitas, dan DO dilakukan
sebelum dilakukan penebaran benih udang;
10)
pintu air masuk (inlet) dan pintu air buang (outlet) harus terpisah atau dalam
hal hanya terdapat
satu pintu air harus memiliki fungsi spesifik air masuk
atau air buang;
11) pengaturan sistem filtrasi dilaksanakan
mulai dari tahapan air masuk dengan bahan
filter kasar dan
filter halus, sampai dengan air
pembuangan; dan
12) memiliki
sarana
pengelolaan limbah padat/cair
sesuai kebutuhan dan ditempatkan di
lokasi yang
tidak menyebabkan risiko kontaminasi/pencemaran pada lingkungan, wadah budidaya, maupun
fasilitas lain.
Gambar 2. Desain Tambak
Semi Intensif
2. Pemeliharaan
a. sebelum
pemeliharaan, air
dimasukan kedalam petak
pemeliharaan dan dilakukan sterilisasi air
di
petak pemeliharaan, selanjutnya air dimasukkan ke petak tandon dan dilakukan sterilisasi di petak tandon untuk penambahan air di petak pemeliharaan;
b. pakan yang diberikan
berdasarkan jumlah,
ukuran,
dan frekwensi pemberian pakan yang disesuaikan dengan berat biomas dan nafsu makan udang;
c.
padat penebaran untuk:
1) udang windu (Penaeus
Monodon)
100.000 (seratus ribu)
sampai dengan
300.000
(tiga
ratus
ribu)
ekor/hektare
menggunakan
kincir
minimal
8
(delapan) kincir/hektare
dan pompa air sesuai kebutuhan; atau
2) udang vaname (Litopenaeus Vannamei)
300.000
(seratus
ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus
ribu) ekor/hektare menggunakan kincir
minimal 16 (enam
belas) kincir/hektare dan pompa air sesuai kebutuhan.
d. pengelolaan pakan alami diperlukan pada awal
pemeliharan untuk mempertahankan plankton
sebagai pakan alami melalui pemupukan bertahap dan pemberian probiotik;
e. pemantauan udang dilakukan
secara visual yang meliputi nafsu
makan dan pertumbuhan, melalui
pengambilan sampling secara periodik;
f. pengelolaan kualitas air tambak dilakukan melalui penambahan
air, pergantian air, pengaturan kedalaman
air, aplikasi probiotik dan sumber karbon,
penggunaan kapur, dan aerasi
untuk memperbaiki kualitas air;
g. pemantauan dan pengamatan
kualitas
air
dilakukan secara
visual setiap hari;
h. pengukuran kualitas air dilakukan
secara
laboratoris
secara
berkala; dan
i. hasil pemantauan dan
pengukuran dicatat dan didokumentasikan.
3.
Pemanenan
a. panen
dilakukan setelah udang mencapai umur pemeliharaan
120 (seratus
dua puluh) hari (ukuran 20 (dua puluh) sampai
dengan 40 (empat puluh) g/ekor atau marketable
size;
b. panen sebaiknya pagi atau sore hari dan dilakukan secara hati-
hati dan cepat;
c. produktivitas udang
windu
(Penaeus
Monodon)
berkisar
600
(enam ratus) sampai dengan 3000 (tiga ribu) kg/hektare/musim tanam; dan
d.
produktivitas udang vaname
(Litopenaeus
Vannamei)
berkisar
6.000 (enam
ribu)
sampai
dengan
10.000
(sepuluh ribu)
kg/hektare/musim tanam.
Sumber :
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor 75 /Permen-KP/2016
Ratnawati, erna, 2008. Budidaya Udang Windu (Penaeus
monodon) Sistem Semi-Intensif pada tambak tanah sulfat. Maros.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar