Pembesaran Udang Windu dengan Teknologi
Super Intensif (Tambak Lining)
Teknologi super
intensif dilakukan
pada proses pembesaran udang vaname (Litopenaeus Vannamei) dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
1. Persiapan
a. kontruksi tambak teknologi super
intensif
mampu
menahan volume air (tidak bocor) dengan cara dibeton dan/atau pelapisan
tambak (lining) dan bentuk tambak tidak memiliki
sudut mati
<45°(kurang dari empat puluh lima
derajat);
b. luasan
petakan berkisar 1.000 (seribu)
meter² sampai dengan 3000 (tiga ribu)meter²;
c. kedalaman air minimal 2,6 (dua koma enam) m untuk dapat
menciptakan kualitas air yang baik untuk
kehidupan udang dan kemiringan dasar
tambak 0,2% (nol koma dua persen) ke arah saluran buang (outlet);
d. petak tandon berkapasitas paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
dari volume air pemeliharaan baik secara individu maupun kolektif;
e. semua tambak menggunakan wadah beton atau lining, sehingga tidak ada perlakuan tanah dasar tambak;
f. desain dan tata letak dibangun untuk mendapatkan air dengan kualitas baik dan mencegah
penularan penyakit, yang terdiri
dari petak saluran pengendapan/tandon, petak pembesaran dan petak/saluran pengolah limbah,
sebagaimana tercantum pada Gambar;
g. pemasukan air pada awal pengisian dilakukan sterilisasi dan filtrasi;
h. sarana
dan prasarana yang digunakan
meliputi benih, pakan,
obat ikan, gudang untuk
pakan dan obat
ikan, peralatan kualitas air,
bengkel kerja, genset/PLN,
kincir, pompa air, sarana
laboratorium lengkap, sarana
biosekuriti, perumahan dan gedung administrasi, rumah jaga tambak, instalasi pengolah limbah, sarana panen, dan
dilengkapi dengan
konstruksi pembuangan endapan organik (central drain sistem
matahari);
i. pengukuran kualitas air berupa suhu,
salinitas, pH, alkalinitas
dan DO dilakukan sebelum dilakukan penebaran benih udang;
j. pintu air masuk (inlet)
dan
pintu
air buang (outlet) harus
terpisah atau dalam hal
hanya terdapat satu pintu air harus memiliki fungsi spesifik air masuk
atau air buang;
k. pemasukan air dilakukan
sterilisasi
air,
dilanjutkan
dengan penambahan air dari saluran yang sudah
steril atau dari tandon, melakukan pengaturan lingkungan secara ketat dan
terbatas;
l. sistem filtrasi tambak
resirkulasi mulai dari tahapan
bahan filter kasar, filter halus, filter organik/pembuihan, dan degasser;
dan
m. memiliki sarana
pengelolaan limbah
padat/cair sesuai
kebutuhan dan ditempatkan di
lokasi yang tidak menyebabkan resiko kontaminasi/pencemaran pada
lingkungan, wadah budidaya, maupun fasilitas lain.
Gambar . Desain Tambak Super Intensif
2. Pemeliharaan
a. sebelum
pemeliharaan, air
dimasukan ke
dalam
petak
pemeliharaan dan
dilakukan sterilisasi air
di
petak pemeliharaan, selanjutnya air dimasukkan ke petak
tandon dan dilakukan sterilisasi di petak tandon untuk penambahan air di petak pemeliharaan;
b. pakan yang diberikan berdasarkan jumlah,
ukuran,
dan frekwensi pemberian pakan yang disesuaikan dengan berat biomassa dan nafsu makan udang;
c.
padat
penebaran 5.000.000 (lima
juta)
sampai
dengan
10.000.000 (sepuluh
juta) ekor/hektare atau 217 (dua ratus
tujuh belas) sampai dengan 385 (tiga
ratus delapan puluh lima)
ekor/meter3 menggunakan
kincir minimal 80 (delapan
puluh) unit kincir, 40 (empat
puluh) unit turbo jet dan 10 (sepuluh)
blower/hektare, dan pompa air sesuai kebutuhan;
d. kedalaman air 200 (dua
ratus) cm sampai dengan 260 (dua ratus enam puluh) cm;
e. tidak ada pengelolaan pakan alami
pada awal pemeliharaan, sedangkan pemberian pakan buatan diberikan sesuai ukuran dari berat biomassa dan nafsu makan;
f. pemantauan udang dilakukan
secara visual dan mikroskopik
yang meliputi nafsu makan
dan
pertumbuhan melalui
pengambilan sampling secara periodik;
g. pengelolaan kualitas air tambak
dilakukan untuk menciptakan kualitas air yang baik
selama
pemeliharaan melalui
penambahan air, pergantian air, pengaturan kedalaman air, aplikasi probiotik dan sumber
karbon, dan pembuangan kotoran paling lama setiap 4 (empat) jam;
h. pemantauan dan pengamatan
kualitas
air
dilakukan
secara visual setiap 4 (empat) jam;
i. pengukuran kualitas air dilakukan
secara
laboratoris
setiap
hari; dan
j. hasil pemantauan dan
pengukuran dicatat dan didokumentasikan.
3.
Pemanenan
a. panen dilakukan setelah udang berumur
sekitar 120 (seratus dua puluh) hari atau ukuran udang
mencapai 10 (sepuluh) sampai dengan 20 (dua puluh) gr/ekor (marketable size) baik
secara parsial maupun total;
b. panen sebaiknya pagi atau sore hari dan dilakukan secara hati- hati dan cepat;
c. pemanenan dapat dilakukan ketika populasi
mencapai
10
(sepuluh) ton atau 20% (dua puluh persen)
sampai dengan 30% (tiga puluh persen)
dengan frekuensi 3 (tiga) sampai dengan 4
(empat) kali baik secara
parsial maupun total
dalam upaya untuk menyesuaikan dengan daya dukung tambak; dan
d. total produksi berkisar 100 (seratus)
sampai
dengan
150
(seratus lima puluh) ton/hektare/musim
tanam.
Pengelolaan
Kesehatan Ikan Dan Lingkungan Teknologi
Super Intensif (Tambak Lining)
1. Pengelolaan lingkungan
a. Setiap
orang
yang
melakukan
kegiatan pembesaran udang dengan teknologi super intensif, harus:
1) menyediakan daerah penyangga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan;
2) memelihara tanaman mangrove atau
tanaman
pantai lainnya yang berfungsi sebagai penyangga (buffer)
di area pembesaran udang; dan
3) menanam mangrove pada saluran
pengeluaran yang dipengaruhi oleh pasang surut dan
aliran nutrient.
b. pengujian terhadap kandungan residu obat ikan, bahan kimia, dan kontaminan dilakukan di
laboratorium pengujian.
2.
Pengendalian penyakit ikan
Pengendalian penyakit ikan
pada
pembesaran udang
dengan teknologi super intensif dilakukan dengan cara:
a.
menerapkan cara pembesaran ikan yang
baik;
b. pengamatan
kesehatan udang secara visual dilakukan
setiap hari dan sampling pertumbuhan
udang dilakukan secara periodik;
c. pengamatan secara mikroskopik dilakukan secara periodik setiap hari;
d.
melakukan penanganan kasus penyakit
terhadap:
1) serangan
penyakit
dilakukan
dengan
mengisolasi
udang
yang sakit dalam wadah yang steril; dan
2) kematian udang akibat wabah penyakit dan/atau
kematian udang secara sporadik, dilakukan tindakan eradikasi
untuk mencegah penularan ke kawasan lain.
e. melaporkan kasus wabah/kematian masal kepada petugas
yang membidangi kesehatan ikan.
3.
Penerapan biosecurity
Penerapan
biosecurity pada pembesaran udang dengan teknologi super intensif
dilakukan dengan cara:
a. pencegahan dilakukan dengan
pemasangan jaring
keliling,
penangkal burung (bird scaring device),
serta
pemasangan
penangkal kepiting (crab scaring device); dan
b.
sarana dan personil harus mengikuti
prosedur aseptik.
4. Pengelolaan air buangan tambak (effluent)
Pengelolaan air buangan tambak (effluent) pada pembesaran udang dengan teknologi super intensif dilakukan dengan cara:
a. mengendapkan
limbah pada petak/saluran pengendapan sebelum dibuang ke perairan
umum;
b. endapan bahan organik (sisa pakan dan kotoran
udang) dapat digunakan sebagai bahan pupuk
organik atau bahan
baku pakan ikan herbivora; dan
c. mutu air buangan tambak tidak
melampaui
rata-rata kadar mutu air lingkungan tempat
pembuangan effluent atau
sesuai dengan standar baku mutu
lingkungan.
5.
Pemanenan
Pemanenan pada pembesaran udang dengan teknologi
super intensif dilakukan
dengan ketentuan:
a. panen dilaksanakan pada waktu pagi hari atau sore hari dan
dapat dilakukan secara parsial
sebanyak 3 (tiga) sampai dengan
4 (empat)
kali
dengan daya dukung
di
bak
pemeliharaan dipertahankan maksimal 10 (sepuluh) ton;
b. panen dilakukan dengan cepat
dan
higienis
untuk
menjaga
mutu udang;
c. apabila dilakukan setelah udang tidak
mengandung residu; dan d. peralatan panen harus menggunakan bahan yang tidak merusak
fisik, tidak mencemari produk, dan
mudah dibersihkan.
6. Pendokumentasian
Pendokumentasian pada pembesaran udang
dengan teknologi super intensif dengan ketentuan:
a. melakukan pencatatan dan rekaman kegiatan pembesaran udang pada
setiap tahapan produksi;
b. memiliki petunjuk baku tentang
pengoperasian
suatu
proses
kerja yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang dalam satu unit
pembesaran yang dapat mempengaruhi efektivitas produksi; dan
c. pencatatan dan rekaman kegiatan pembesaran udang yang telah
didokumentasikan harus dapat berfungsi sebagai acuan dalam penerapan dan perbaikan
berkelanjutan sistem mutu serta memudahkan ketertelusuran
pada
seluruh kegiatan pembesaran.
Sumber :
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor 75 /Permen-KP/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar