Rabu, 22 Mei 2019

Pembesaran Udang Windu dengan Teknologi Intensif


Pembesaran Udang Windu dengan Teknologi Intensif


Pembesaran udang dilakukan dengan menerapkan teknologi yang terdiri dari teknologi sederhana, semi intensif, intensif, dan super intensif. Proses pembesaran   udang   harus   memenuhi   persyaratan   jaminan   mutu   dan keamanan  pangan  dan  menerapkan  cara pembesaran ikan yang baik  dari tahap pra produksi, proses produksi, dan panen.


Teknologi Intensif

1.    Tambak Tanah dan Tambak Lining

Teknologi intensif dilakukan pada proses pembesaran udang windu (Penaeus Monodon) dan udang vaname (Litopenaeus Vannamei) pada tambak tanah dan tambak lining  dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
a.    Persiapan

1)    Tambak Tanah

a)     konstruksi    tambak    teknologi    intensif        mampu menahan volume air (tidak bocor) dan bentuk tambak tidak memiliki sudut mati <45° (kurang dari empat puluh lima derajat);
b)    luasan  maksimum  0,5  (nol  koma  lima)  hektare  per petak;
c)     kedalaman air minimal 100 (seratus) cm untuk dapat menciptakan kualitas air yang baik untuk kehidupan udang, dan kemiringan dasar tambak 0,2% (nol koma dua persen) ke arah saluran pembuangan (outlet);
d)    petak  tandon  berkapasitas  paling  sedikit  30%  (tiga puluh            derajat)  dari  volume  air  pemeliharaan  baik secara individu maupun kolektif;
e)     apabila kandungan zat besi pada lahan tambak lebih dari 0,02 (nol koma nol dua) ppm perlu dilakukan perlakuan tanah dasar tambak;
f)     desain dan tata letak dibangun untuk mendapatkan air dengan kualitas baik dan mencegah penularan penyakit  yang     terdiri     dari     petak     saluran pengendapan/tandon, petak     pembesaran,     dan petak/saluran pengolah    limbah,        sebagaimana tercantum pada Gambar ;
g)     sistem pembuangan air dibuat ke arah tengah (central drain);
h)    tambak dengan dasar tanah dilakukan pengeringan, pembalikan                      tanah,   pengapuran,   pemasukan   air, sterilisasi, penambahan air, dan pemberian probiotik;
i)     sarana dan prasarana yang digunakan meliputi benih, pakan, obat ikan, gudang untuk pakan dan obat ikan
peralatan kualitas air, bengkel kerja, genset/PLN, sarana laboratorium, sarana biosekuriti, perumahan dan gedung administrasi, rumah jaga tambak, instalasi pengolah limbah, dan sarana panen;
j)     pengukuran kualitas air berupa suhu, salinitas, pH, alkalinitas, dan DO dilakukan sebelum dilakukan penebaran benih udang;
k)    pintu  air  masuk  (inlet)  dan  pintu  air  buang  (outlet) harus terpisah atau dalam hal hanya terdapat satu pintu air harus memiliki fungsi spesifik air masuk atau air buang;
l)     pemasukan air, sterilisasi air, dan pemberian probiotik dilakukan                    pada   awal   pemeliharaan,   selanjutnya penambahan air melalui tandon;
m)   pengaturan  sistem  filtrasi  dilaksanakan  mulai  dari tahapan air masuk dengan bahan filter kasar dan filter halus, sampai dengan air pembuangan; dan
n)    memiliki  sarana pengelolaan limbah padat/cair sesuai kebutuhan                    dan  ditempatkan  di  lokasi  yang  tidak menyebabkan resiko kontaminasi/pencemaran pada lingkungan, wadah budidaya, maupun fasilitas lain.
2)    Tambak Lining

a)     konstruksi    tambak    teknologi    intensif        mampu menahan volume air (tidak bocor) dan bentuk tambak tidak memiliki sudut mati <45° (kurang dari empat puluh lima derajat);
b)    luasan  maksimum  0,5  (nol  koma  lima)  hektare  per petak;
c)     kedalaman air minimal 100 (seratus) cm untuk dapat menciptakan kualitas air yang baik untuk kehidupan udang, dan kemiringan dasar tambak 0,2% (nol koma dua persen) ke arah saluran pembuangan (outlet);
d)    petak  tandon  berkapasitas  paling  sedikit  30%  (tiga puluh  derajat)  dari  volume  air  pemeliharaan  baik secara individu maupun kolektif;
e)     desain dan tata letak dibangun untuk mendapatkan air  dengan  kualitas  baik  dan  mencegah  penularan
penyakit yang terdiri dari petak saluran pengendapan/tandon, petak pembesaran, dan petak/saluran pengolah limbah, dilengkapi dengan saluran pasok dan saluran buang secara terpisah;
f)     sistem pembuangan air dibuat ke arah tengah (central drain);
g)     sarana dan prasarana yang digunakan meliputi benih, pakan, obat ikan, gudang untuk pakan dan obat ikan, peralatan         kualitas  air,  bengkel  kerja,  genset/PLN, sarana laboratorium, sarana biosekuriti, perumahan dan gedung administrasi, rumah jaga tambak, instalasi pengolah limbah, dan sarana panen;
h)    pengukuran kualitas air berupa suhu, salinitas, pH, alkalinitas, dan DO dilakukan sebelum dilakukan penebaran benih udang;
i)     pintu  air  masuk  (inlet)  dan  pintu  air  buang  (outlet) harus terpisah atau dalam hal hanya terdapat satu pintu air harus memiliki fungsi spesifik air masuk atau air buang;
j)     tambak   dengan   dasar   lining   langsung   dilakukan pemasukan air, sterilisasi air, dan pemberian probiotik, selanjutnya penambahan air melalui tandon;
k)    pengaturan  sistem  filtrasi  dilaksanakan  mulai  dari tahapan air masuk dengan bahan filter kasar dan filter halus, sampai dengan air pembuangan; dan
l)     memiliki  sarana pengelolaan limbah padat/cair sesuai kebutuhan                    dan  ditempatkan  di  lokasi  yang  tidak menyebabkan resiko kontaminasi/pencemaran pada lingkungan, wadah budidaya, maupun fasilitas lain.


Gambar . Desain Tambak Intensif






b.    Pemeliharaan

1)     sebelum  pemeliharaan,  air  dimasukan  ke  dalam  petak pemeliharaan   dan   dilakukan   sterilisasi   air   di   petak pemeliharaan, selanjutnya air dimasukkan ke petak tandon dan          dilakukan    sterilisasi    di    petak    tandon    untuk penambahan air di petak pemeliharaan;
2)     pakan  yang  diberikan  berdasarkan  jumlah,  ukuran,  dan frekwensi pemberian pakan yang disesuaikan dengan berat biomassa dan nafsu makan udang;
3)    padat penebaran untuk:

a)     udang windu (Penaeus Monodon) 300.000 (tiga ratus ribu) sampai  dengan  400.000  (empat  ratus  ribu) ekor/hektare, menggunakan kincir  minimal 16 (enam belas)  kincir/hektare    dan    pompa    air        sesuai kebutuhan; atau
b)    udang    vaname    (Litopenaeus    Vannamei)    800.000 (delapan  ratus  ribu)  sam[ai  dengan  1.000.000  (satu juta) ekor/hektare, menggunakan kincir   minimal 28 (dua puluh delapan) kincir/hektare dan pompa air sesuai kebutuhan.
4)     pengelolaan pakan alami diperlukan pada awal pemeliharan untuk mempertahankan  plankton  sebagai  pakan  alami melalui pemupukan bertahap dan pemberian probiotik;
5)   pemantauan    udang    dilakukan    secara    visual    dan mikroskopik yang meliputi nafsu makan dan pertumbuhan melalui pengambilan sampling secara periodik;
6)   pengelolaan   kualitas   air   tambak   dilakukan   melalui penambahan air, pergantian air, pengaturan kedalaman air, aplikasi probiotik dan sumber karbon, penggunaan kapur, dan aerasi  untuk memperbaiki kualitas air;
7)   pemantauan dan pengamatan kualitas air dilakukan secara visual setiap hari;
8)    pengukuran kualitas air dilakukan secara laboratoris setiap hari; dan
9)    hasil     pemantauan     dan     pengukuran     dicatat     dan didokumentasikan.
c.    Pemanenan

1)     panen   udang   dilakukan   setelah   masa   pemeliharaan berkisar 60 (enam puluh) sampai dengan 120 (seratus dua puluh) hari atau ukuran 20 (dua puluh) sampai dengan 40 (empat puluh) g/ekor atau marketable size baik secara parsial maupun total;
2)     panen sebaiknya pagi atau sore hari dan dilakukan secara hati-hati dan cepat;
3)     produktivitas udang windu (Penaeus Monodon) berkisar 5 (lima) ton/hektare; dan
4)     produktivitas   udang   vaname   (Litopenaeus    Vannamei) berkisar        10  (sepuluh)  sampai  dengan  15  (lima  belas) ton/hektare.
2.    Keramba Jaring Apung (KJA)

Teknologi intensif dilakukan pada proses pembesaran udang vaname (Litopenaeus Vannamei) pada KJA dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
a.    Persiapan

1)     KJA yang dibangun harus ramah lingkungan dan terhindar dari penularan penyakit;
2)    kecepatan arus maksimal 0,4 (nol koma empat) m/detik;

3)    kedalaman minimal 10 (sepuluh) m;

4)     dasar  laut  bersifat  aerobik  sedalam  30  (tiga  puluh)  cm sepanjang tahun;
5)    tinggi gelombang maksimum 1,5 (satu koma lima) m;

6)    kontruksi KJA High Density Poly Ethylen (HDPE):

7)    bentuk segi empat, bundar (octagonal), atau oval;

8)     bahan jaring tahan UV, tidak mudah robek, dan mudah dibersihkan; dan
9)     jaring terdiri dari 2 (dua) lapis (lapis pertama untuk udang, lapis terluar untuk mencegah ikan masuk) dengan ukuran mata jaring disesuaikan agar udang tidak lolos ke perairan.
b.    Pemeliharaan

1)     benih  menggunakan  hasil  pendederan  1  (satu)  bulan dengan kepadatan maksimal 500 (lima ratus) ekor/m3;
2)    biomassa maksimum 90 (sembilan puluh) kg/m3;

3)     pakan  yang  diberikan  berdasarkan  jumlah,  ukuran,  dan frekwensi pemberian pakan yang disesuaikan dengan berat biomassa dan nafsu makan udang;
4)     pemantauan    udang    dilakukan    secara    visual    dan mikroskopik yang meliputi nafsu makan dan pertumbuhan melalui pengambilan sampling secara periodik; dan
5)    hasil pemantauan dicatat dan didokumentasikan c.    Pemanenan
1)     panen   udang   dilakukan   setelah   masa   pemeliharaan berkisar 120 (seratus dua puluh)hari atau marketable size; dan
2)     panen sebaiknya pagi atau sore hari dan dilakukan secara hati-hati dan cepat.

Sumber :

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 75 /Permen-KP/2016


Tidak ada komentar:

Posting Komentar