Penurunan Mutu dan Proses Pembusukan Ikan
Seperti yang telah kita ketahui Ikan secara alami mengandung komponen gizi seperti lemak, protein, karbohidrat
dan air yang sangat disukai oleh mikroba perusak sehingga ikan sangat mudah
mengalami kerusakan bila disimpan pada suhu kamar.
A. Proses Penurunan Mutu
Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati ikan akan segera mengalami kemunduran mutu.
Segera setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri.
Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor), rupa (appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya oksidasi lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara mengoksida lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik (rancid) .
Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya kerusakan komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimia. Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih sederhana. Kondisi ini lebih disukai bakteri sehingga memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan.
Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat kompleks. Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu dihindarkan terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan.
B. Perubahan-perubahan Ikan Setelah Ikan Mati
- Hyperaemia
Hyperaemia merupakan proses terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjar yang ada di dalam kulit. Proses selanjutnya membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir, akibat dari reaksi khas suatu organisme. Lendir tersebut terdiri dari gluko protein dan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
- Rigor Mortis
Seperti terjadi pada daging sapi dan daging hewan lainnya, fase ini ditandai oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Kekejangan ini disebabkan alat-alat yang terdapat dalam tubuh ikan yang berkontraksi akibat adanya reaksi kimia yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh enzim. Dalam keadaan seperti ini, ikan masih dikatakan sebagai segar.
- Autolysis
Fase ini terjadi setelah terjadinya fase rigor mortis. Pada fase ini ditandai ikan menjadi lemas kembali. Lembeknya daging Ikan disebabkan aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
- Bacterial decomposition (dekomposisi oleh bakteri)
Pada fase ini bakteri terdapat dalam jumlah yang banyak sekali, sebagai akibat fase sebelumnya. Aksi bakteri ini mula-mula hampir bersamaan dengan autolysis, dan kemudian berjalan sejajar.
Bakteri menyebabkan ikan lebih rusak lagi, bila dibandingkan dengan autolisis.
Bakteri adalah jasad renik yang sangat kecil sekali, hanya dapat dilihat dengan mikroskop yang sangat kuat dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Jenis-jenis bakteri tersebut adalah: Pseudomonas, Proteus Achromobacter, Terratia, dan Elostridium.
Selama ikan masih dalam keadaan segar, bakteri-bakteri tersebut tidak mengganggu. Akan tetapi jika ikan mati, suhu badan ikan menjadi naik, mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut segera menyerang. Segera terjadi pengrusakan jaringan-jaringan tubuh ikan, sehingga lama kelamaan akan terjadi perubahan komposisi daging. Mengakibatkan ikan menjadi busuk. Bagian-bagian tubuh ikan yang sering menjadi terget serangan bakteri adalah :
A. Proses Penurunan Mutu
Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati ikan akan segera mengalami kemunduran mutu.
Segera setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri.
Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor), rupa (appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya oksidasi lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara mengoksida lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik (rancid) .
Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya kerusakan komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimia. Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih sederhana. Kondisi ini lebih disukai bakteri sehingga memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan.
Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat kompleks. Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu dihindarkan terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan.
B. Perubahan-perubahan Ikan Setelah Ikan Mati
- Hyperaemia
Hyperaemia merupakan proses terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjar yang ada di dalam kulit. Proses selanjutnya membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir, akibat dari reaksi khas suatu organisme. Lendir tersebut terdiri dari gluko protein dan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
- Rigor Mortis
Seperti terjadi pada daging sapi dan daging hewan lainnya, fase ini ditandai oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Kekejangan ini disebabkan alat-alat yang terdapat dalam tubuh ikan yang berkontraksi akibat adanya reaksi kimia yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh enzim. Dalam keadaan seperti ini, ikan masih dikatakan sebagai segar.
- Autolysis
Fase ini terjadi setelah terjadinya fase rigor mortis. Pada fase ini ditandai ikan menjadi lemas kembali. Lembeknya daging Ikan disebabkan aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
- Bacterial decomposition (dekomposisi oleh bakteri)
Pada fase ini bakteri terdapat dalam jumlah yang banyak sekali, sebagai akibat fase sebelumnya. Aksi bakteri ini mula-mula hampir bersamaan dengan autolysis, dan kemudian berjalan sejajar.
Bakteri menyebabkan ikan lebih rusak lagi, bila dibandingkan dengan autolisis.
Bakteri adalah jasad renik yang sangat kecil sekali, hanya dapat dilihat dengan mikroskop yang sangat kuat dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Jenis-jenis bakteri tersebut adalah: Pseudomonas, Proteus Achromobacter, Terratia, dan Elostridium.
Selama ikan masih dalam keadaan segar, bakteri-bakteri tersebut tidak mengganggu. Akan tetapi jika ikan mati, suhu badan ikan menjadi naik, mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut segera menyerang. Segera terjadi pengrusakan jaringan-jaringan tubuh ikan, sehingga lama kelamaan akan terjadi perubahan komposisi daging. Mengakibatkan ikan menjadi busuk. Bagian-bagian tubuh ikan yang sering menjadi terget serangan bakteri adalah :
·
Seluruh permukaan tubuh,
·
Isi perut,
·
Insang.
Beberapa hal yang menyebabkan ikan mudah diserang oleh bakteri adalah sebagai berikut:
·
Ikan segar dan kerang-kerangan
mengandung lebih banyak cairan dan sedikit lemak, jika dibanding dengan jenis
daging lainnya. Akibatnya bakteri lebih mudah berkembang biak.
·
Struktur daging ikan dan kerang-kerangan
tidak begitu sempurna susunannya, dibandingkan jenis daging lainnya. Kondisi
ini memudahkan terjadinya penguraian bakteri.
·
Sesudah terjadi peristiwa rigor, ikan
segar dan kerang-kerangan mudah bersifat alkaline/basa. Kondisi Ini memberikan
lingkungan yang sesuai bagi bakteri untuk berkembang biak.
C. Penurunan mutu ikan oleh pengaruh fisik
Penurunan mutu ikan juga dapat terjadi oleh pengaruh fisik. Misal kerusakan oleh alat tangkap waktu ikan berada di dek, di atas kapal dan selama ikan disimpan di palka. Kerusakan yang dialami ikan secara fisik ini disebabkan karena penanganan yang kurang baik. Sehingga menyebabkan luka-luka pada badan ikan dan ikan menjadi lembek.
Hal-hal ini dapat disebabkan karena:
·
Ikan berada dalam jaring terlalu lama,
misal dalam jaring trawl, penarikan trawl terlalu lama. Kondisi ini dapat
menyebabkan kepala atau ekor menjadi luka atau patah.
·
Pemakian ganco atau sekop terlalu kasar,
sehingga melukai badan ikan dan ikan dapat mengalami pendarahan.
·
Penyimpanan dalam palka terlalu lama.
·
Penanganan yang ceroboh sewaktu
penyiangan, mengambil ikan dari jaring, sewaktu memasukkan ikan dalam palka,
dan membongkar ikan dari palka.
·
Daging ikan juga akan lebih cepat
menjadi lembek, bila kena sinar matahari.
D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Mutu Ikan
Cara Penangkapan
Ikan yang ditangkap dengan alat trawl, pole, line, dan
sebaginya akan lebih baik keadaannya bila dibandingkan dengan yang ditangkap
menggunakan ill-net dan long-line. Hal ini dikarenakan pada alat-alat yang
pertama, ikan yang tertangkap segera ditarik di atas dek, sedangkan pada
alat-alat yang kedua ikan yang tertangkap dan mati dibiarkan terendam agak lama
di dalam air. Kondisi ini menyebabkan keadaan ikan sudah tidak segar sewaktu
dinaikkan ke atas dek.
Reaksi Ikan Menghadapi Kematian
Reaksi Ikan Menghadapi Kematian
Ikan yang dalam hidupnya bergerak cepat, contoh
tongkol, tenggiri, cucut, dan lain-lain, biasanya meronta keras bila terkena
alat tangkap. Akibatnya banyak kehilangan tenaga, cepat mati, rigor mortis
cepat terjadi dan cepat pula berakhir. Kondisi ini menyebabkan ikan cepat membusuk.
Berbeda dengan ikan bawal, ikan jenis ini tidak banyak memberi reaksi terhadap alat tangkap, bahkan kadang-kadang ia masih hidup ketika dinaikkan ke atas dek. Jadi masih mempunyai banyak simpanan tenaga. Akibatnya ikan lama memasuki rigor mortis dan lama pula dalam kondisi ini. Hal ini menyebabkan pembusukan berlangsung lambat.
Jenis dan Ukuran Ikan
Berbeda dengan ikan bawal, ikan jenis ini tidak banyak memberi reaksi terhadap alat tangkap, bahkan kadang-kadang ia masih hidup ketika dinaikkan ke atas dek. Jadi masih mempunyai banyak simpanan tenaga. Akibatnya ikan lama memasuki rigor mortis dan lama pula dalam kondisi ini. Hal ini menyebabkan pembusukan berlangsung lambat.
Jenis dan Ukuran Ikan
Kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis ikan,
karena perbedaan komposisi kimia ikan. Ikan-ikan yang kecil membusuk lebih
cepat dari pada ikan yang lebih besar.
Keadaan Fisik Sebelum Mati
Keadaan Fisik Sebelum Mati
Ikan dengan kondisi fisik lemah, misal ikan yang
sakit, lapar atau habis bertelur lebih cepat membusuk.
Keadaan Cuaca
Keadaan Cuaca
Keadaan udara yang panas berawan atau hujan, laut yang
banyak bergelombang, mempercepat pembusukan.
Fase Kemunduran Mutu Ikan
Prerigor
Tahap prerigor merupakan perubahan yang pertama
kali terjadi setelah ikan mati. Fase ini ditandai dengan pelepasan lendir cair,
bening, atau transparan yang menyelimuti seluruh tubuh ikan. Proses ini disebut
hiperemia yang berlangsung 2-4 jam. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar
terdiri dari glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan
bakteri (Junianto 2003). Tahap
prerigor terjadi ketika daging ikan masih lembut dan lunak. Perubahan awal yang
terjadi ketika ikan mati adalah peredaran darah berhenti sehingga pasokan
oksigen untuk kegiatan metabolisme berhenti. Di dalam daging ikan mulai terjadi
aktivitas penurunan mutu dalam kondisi anaerobik. Pada fase ini terjadi
penurunan ATP dan keratin fosfat melalui proses aktif glikolisis. Proses
glikolisis mengubah glikogen menjadi asam laktat yang menyebabkan terjadinya
penurunan pH (Eskin
1990).
Rigor
mortis
Fase ini ditandai dengan tubuh ikan yang kejang
setelah ikan mati (rigor = kaku, mortis = mati) ikan masih dikatakan masih
sangat segar pada fase ini. Faktor yang mempengaruhi lamanya fase rigormortis
yaitu jenis ikan, suhu, penanganan sebelum pemanenan, kondisi stress pra
kematian, kondisi biologis ikan, dan suhu penyimpanan prerigor (Skjervold et al. 2001). Ketika
ikan mati, kondisi menjadi anaerob dan ATP terurai oleh enzim dalam tubuh
dengan terjadinya suatu proses perubahan biokimia yang menyebabkan bagian
protein otot (aktin dan miosin) berkontraksi dan menjadi kaku (rigor) (Valtria, 2010).
Postrigor
Pada tahap ini daging ikan kembali melunak secara
perlahan-lahan, sehingga secara organoleptik akan meningkatkan derajat
penerimaan konsumen sampai pada tingkat optimal. Lamanya mencapai tingkat
optimal tergantung pada jenis ikan dan suhu lingkungan. Darah ikan lebih
cepat menggumpal daripada hewan-hewan darat (Sulistyati,
2004).
Autolysis
Proses penurunan mutu secara autolisis berlangsung
sebagai akasi kegiatan enzim yang menguri senyawa kimia kepada jaringan tubuh
ikan. Enzim bertindak sebagai katalisator yang menjadi pendorong dari segala
perubahan senyawa biologis yang terdapat dalam ikan, baik perubahan yang
sifatnya membangun sel dan jaringan tubuh maupun yang merombaknya ( Suwetja. 2011).Kerja enzim yang
tidak terkontrol bisa mengakibatkan kerusakan pada organ tubuh ikan, seperti:
dinding usus, otot daging, serta menguraikan senyawa kompleks menjadi senyawa
sederhana proses inilah yang disebut dengan autolisis (Purnomowatiet al, 2007).
Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar.
Ikan ini diintroduksi dari Afrika pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan
peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar dan di beberapa waduk di
Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus dan dalam bahasa Inggris
dikenal sebagai Nile Tilapia. Genus Oreochromis merupakan genus ikan yang
beradaptasi tinggi dan mempunyai toleransi terhadap kualitas air dengan kisaran
yang lebar. Genus ini dapat hidup dalam kondisi lingkungan yang ekstrim
sekalipun karena sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat yang
ikan air tawar dari jenis lain tidak dapat hidup. Ciri ikan nila (Oreochromis
niloticus) adalah garis vertikal yang berwarna gelap di sirip ekor sebanyak
enam buah, di sirip punggung (dorsal), sirip dubur (anal), berpunggung tinggi
dan rendah (Saanin, 2003).
Daftar Pustaka :
Agustar,
2016, Fase kemunduran mutu ikan. Di donwload dari laman http://akhmadawaludin.web.ugm.ac.id/ fase-kemunduran-mutu-ikan/
Eskin, N., 1990. Biochemistry of Food. Edisi II.
Academic Press. New York.
Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan
Jilid 1. Penerbit Liberty,. Yogyakarta.
Junianto.2003.Teknik Penanganan
Ikan.kanisius:Yogyakarta
Ozogul Y, Ozyurt G, Ozogul F, Kuley E, Polat A.
2004. Freshness assessment of europeaneel (Anguilla anguilla) by sensory,
chemical, and microbiological methods.JournalFood Chemistry 92: 745-751
Purnomowati,ida.Diana.Hidayat dan
Cahyo.Saparinto.2007.Ragam Olahan Bandeng.kanisius:Yogyakarta
Saanin. 2003. Nama Latin Ikan. Angkasa :
Bandung.
Santoso,J.,Ade,W dan Santoso.2008. Perubahan
karakteristik surimi ikan cucut dan ikan pari akibat pengaruh pengkomposisian
dan penyimpanan dingin daging lumat. Jurnal teknol dan industri pangan. Vol 19.
No 1. Hal 57-66.
Skjervold P. O., Fjæra S. O., Ǿstby P. B., Einen
O., 2001. Live chilling and crowding stress before slaughter of Atlantic salmon
(Salmo salar). Aquaculture, 19, 265–280.
Sulistyati,2004.Kajian Penyaringan Dan Lama
Penyimpanan Dalam Pembuatan Fish Pephone Dari Ikan Selar Kuning.teknologi hasil
perikanan.FPIK.IPB:bogor
Suwedja.2011.Biokimia Hasil Perikanan.media prima
aksara:Jakarta
Vatria,Belvi.2010.Pengolahan Ikan Bandeng(Chanos
Chanos) Tanpa Duri. Jurusan ilmu kelautan dan rekayasa. Politeknik Negeri
Pontianak.Pontianak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar