Jumat, 18 Januari 2019

Media Budidaya Ikan


          Air  merupakan tempat hidup bagi ikan untuk tumbuh dan berkembang. Air yang dapat digunakan sebagai budidaya ikan harus mempunyai standar kuantitas dan kualitas yang sesuai dengan persyaratan hidup ikan. 
         Air yang dapat digunakan sebagai media hidup ikan harus dipelajari agar ikan sebagai organisme air dapat dibudidayakan sesuai kebutuhan manusia sebagai sumber bahan pangan yang bergizi dan relatif harganya murah. Air yang dapat memenuhi kriteria yang baik untuk hewan dan tumbuhan tingkat rendah yaitu plankton sebagai indikator paling mudah bahwa air tersebut dapat digunakan untuk budidaya ikan.
          Hal ini dikarenakan organisme ini merupakan produsen primer sebagai pendukung kesuburan perairan. Oleh karena itu kondisi perairan/ air harus mampu menyiapkan kondisi yang baik, terutama untuk tumbuhan tingkat rendah (Fitoplankton) dalam proses asimilasi sebagai sumber makanan hewan terutama ikan. Secara umum air sebagai lingkungan hidup mempunyai sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi. Agar dapat melakukan pengelolaan kualitas air dalam budidaya ikan maka harus dipahami ketiga parameter kualitas air yang sangat menentukan keberhasilan suatu budidaya ikan. 
           Dalam bab ini akan dibahas tentang kuantitas air dalam hal ini sumber air yang dapat digunakan untuk kegiatan budidaya, parameter kualitas air yang akan sangat menentukan keberhasilan suatu usaha budidaya ikan dan bagaimana cara melakukan pengukuran terhadap parameter kualitas air tersebut agar dapat selalu dipantau perubahan kualitas air dalam wadah budidaya ikan.

A. Parameter kualitas air
    a. Sifat Fisik
1. Kepadatan (density/berat jenis)
Pada suhu 4 oC-(3,95oC ) air murni mempunyai kepadatan yang maksimum yaitu 1 (satu), sehingga kalau suhu air naik, lebih tinggi dari 4oC kepadatan/berat jenisnya akan turun, demikian juga kalau suhunyanlebih rendah dari 4oC. Sifat air yang demikian itu, maka akan terjadi pelapisan-pelapisan suhu air padandanau atau perairan dalam, yaitu pada lapisan dalam suatu perairan  suhu air makin rendah disbanding pada permukaan air. Akan tetapi bila air membeku jadi es, es tersebut akan terapung. Akibat dari sifat tersebut akan menimbulkan pergolakan/perpindahan massa air dalam perairan tersebut, baik secara vertikal maupun horizontal. Sifat air ini mengakibatkan pada perairan didaerah yang beriklim dingin yang membeku perairannya hanya pada bagian atasnya saja sedangkan pada bagian bawahnya masih berupa cairan sehingga kehidupan organisme akuatik masih tetap berlangsung. Selain itu keuntungan adanya gerakan air ini dapat mendistribusikan/ menyebarkan berbagai zat ke seluruh perairan, sebagai sumber mineral bagi fitoplankton dan fitoplankton sebagai makanan ikan maupun hewan air lainnya.
Dasar perairan adalah merupakan akumulasi pengendapan mineral-mineral yang merupakan persediaan “nutrient” yang akan dimanfaatkan oleh mahluk hidup (yang pada umumnya tinggal didaerah permukaan air karena mendapatkan sinar matahari yang cukup). Pada perairan yang oligotrof (cukup banyak mengandung mineral), aliran vertikal tidak banyak membawa keberuntungan, justru sebaliknya dapat mengendapkan mineral-mineral yang datang dari tempat lain kedasar perairan, mineral-mineral tersebut akan di absorbsi oleh dasar perairan .Sedangkan kerugian adanya aliran air ini adalah terutama aliran air yang vertikal sering menimbulkan “upwalling” pada danau-danau, sehingga menyebabkan keracunan dan kematian ikan secara masal. Hal ini disebabkan kondisi air yang anaerob (oksigen rendah) dan zat-zat beracun dari dasar perairan akan naik kepermukaan air.
2. Kekentalan ( Viscosity )
Molekul-molekul air mempunyai daya saling tarik menarik, kalau daya saling tarik menarik tersebut mengalami gangguan karena adanya benda yang bergerak dalam air seperti benda tenggelam, maka akan timbul gesekan-gesekan yang disebut dengan “gesekan intern dalam air“/ Viscosity. Menurut kesepakatan para ahli fisika, pada suhu 0oC, kekentalan air murni mempunyai nilai yang terbesar, dan ditandai dengan angka 100. Makinmnaik suhunya, makin berkurang kekentalannya. Setiap kenaikan suhu 1oC terjadi penurunan viscosity 2%, hingga pada suhu 25oC viscositas turun menjadi setengahnya dari nilai viscosity pada suhu 0oC. Viscosity ini akan berpengaruh terhadap proses pengendapan jasad renik (plankton), zat-zat dan benda-benda yang melayang didalam air.
3. Tegangan Permukaan
Molekul-molekul air mempunyai daya saling tarik menarik terhadap molekul-molekul yang ada. Dalam fase cair daya tarik menarik masih sedemikian besarnya, sehingga molekul-molekul zat cair masih mempunyai daya “Kohesi “. Daya tarik menarik molekul air ini terjadi kesegala penjuru, sedang dipermukaan hanya terjadi gaya tarik menarik kesamping dan kedalam saja dan sifat itu yang menyebabkan timbulnya tegangan permukaan. Akibat adanya tegangan permukaan, maka binatang dan tumbuhan yang ringan, seperti kimbung akar dapat berjalan diatas permukaan air, ada juga plankton yang menggantung dibawah permukaan air.
4. Suhu Air
Air sebagai lingkungan hidup organisme air relatif tidak begitu banyak mengalami fluktuasi suhu dibandingkan dengan udara, hal ini disebabkan panas jenis air lebih tinggi daripada udara. Artinya untuk naik 1oC, setiap satuan volume air memerlukan sejumlah panas yang lebih banyak dari pada udara. Pada perairan dangkal akan menunjukkan fluktuasi suhu air yang lebih besar dari pada perairan yang dalam. Sedangkan organisme memerlukan suhu yang stabil atau fluktuasi suhu yang rendah. Agar suhu air suatu perairan berfluktuasi rendah maka perlu adanya penyebaran suhu. Hal tersebut tercapai secara sifat alam antara lain;
􀁸 Penyerapan (absorbsi) panas matahari pada bagian permukaan air.
􀁸 Angin, sebagai penggerak permindahan massa air.
􀁸 Aliran vertikal dari air itu sendiri, terjadi bila disuatu perairan (danau) terdapat lapisan suhu air yaitu lapisan air yang bersuhu rendah akan turun mendesak lapisan air yang bersuhu tinggi naik kepermukaan perairan. Selain itu suhu air sangat berpengaruh terhadap jumlah oksigen terlarut didalam air. Jika suhu tinggi, air akan lebih lekas jenuh dengan oksigen disbanding dengan suhunya rendah. Suhu air pada suatu perairan dapat dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari, penutupan awan, aliran dan kedalaman air. Peningkatan suhu air mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatisasi serta penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya. Kisaran suhu air yang sangat diperlukan agar pertumbuhan ikan-ikan pada perairan tropis dapat berlangsung berkisar antara 25oC – 32oC. Kisaran suhu tersebut biasanya berlaku di Indonesia sebagai salah satu negara tropis sehingga sangat menguntungkan untuk melakukan kegiatan budidaya ikan.
Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses kimia, fisika dan biologi di dalam perairan, sehingga dengan perubahan suhu pada suatu perairan akan mengakibatkan berubahnya semua proses didalam perairan. Hal ini dilihat dari peningkatan suhu air maka kelarutan oksigen akan berkurang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa peningkatan 10oC suhu perairan mengakibatkan meningkatnya konsumsi oksigen oleh organism kuatik sekitar 2–3 kali lipat, sehingga kebutuhan oksigen oleh organisme akuatik itu berkurang. Suhu air yang ideal bagi organism air yang dibudidayakan sebaiknya adalah tidak terjadi perbedaan suhu mencolok antara siang dan malam (tidak lebih dari 5oC) . Pada perairan yang tergenang yang mempunyai kedalaman air minimal 1,5 meter biasanya akan terjadi pelapisan (stratifikasi) suhu. Pelapisan ini terjadi karena suhu permukaan air lebih tinggi disbanding dengan suhu air dibagian bawahnya. Stratifikasi suhu pada kolom air dikelompokkan menjadi tiga yaitu pertama lapisan epilimnion yaitu lapisan sebelah atas perairan yang hangat dengan penurunan suhu relatif kecil (dari 32oC menjadi 28oC). Lapisan kedua disebut dengan lapisan termoklin yaitu lapisan tengah yang mempunyai penurunan suhu sangat tajam (dari 28oC menjadi 21oC ).
Lapisan ketiga disebut lapisan hipolimnion yaitu lapisan paling bawah dimana pada lapisan ini perbedaan suhu sangat kecil relatif konstan. Stratifikasi suhu ini terjadi karena masuknya panas dari cahaya matahari kedalam kolom air yang mengakibatkan terjadinya gradien suhu yang vertikal. Pada kolam yang kedalaman airnya kurang dari 2 meter biasanya terjadi stratifikasi suhu yang tidak stabil. Oleh karena itu bagi para pembudidaya ikan yang melakukan kegiatan budidaya ikan kedalaman air tidak boleh lebih dari 2 meter. Selain itu untuk memecah stratifikasi suhu pada wadah budidaya ikan diperlukan suatu alat bantu dengan menggunakan aerator/blower/ kincir air. Berdasarkan hasil penelitian suhu air sangat berpengaruh terhadap respon ikan dalam mengkonsumsi pakan yang diberikan selama berlangsung kegiatan budidaya. Respon tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1 Tabel 3.1. Pengaruh suhu air terhadap respon konsumsi pakan pada ikan Suhu air (oC) Respon konsumsi pakan Kondisi kritis minimal Tidak ada respon terhadap pemberian pakan Pemberian pakan berkurang 50% optimum Pemberian pakan optimum 50% optimum Pemberian pakan berkurang Tidak respon terhadap pemberian pakan Kondisi kritis minimal Sumber : Tucker and Hargreaves (2004)
5. Kecerahan dan kekeruhan air
Kecerahan dan kekeruhan air dalam suatu perairan dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang masuk kedalam perairan atau disebut juga dengan intensitas cahaya matahari. Cahaya matahari didalam air berfungsi terutama untuk kegiatan asimilasi fito/tanaman didalam air,. Oleh karena itu daya tembus cahaya kedalam air sangat menentukan tingkat kesuburan air. Dengan diketahuinya intensitas cahaya pada berbagai kedalaman tertentu, kita dapat mengetahui sampai dimanakah masih ada kemungkinan terjadinya proses asimilasi didalam air. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan dan pengukuran cahaya sinar matahari didalam air dapat dilakukan dengan menggunakan lempengan/kepingan Secchi disk. Satuan untuk nilai kecerahan dari suatu perairan dengan alat tersebut adalah satuan meter. Jumlah cahaya yang diterima oleh phytoplankton diperairan asli bergantung pada intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam permukaan air dan daya perambatan cahaya didalam air. Masuknya cahaya matahari kedalam air dipengaruhi juga oleh kekeruhan air (turbidity). Sedangkan kekeruhan menggambarkan tentang sifat optic yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat didalam perairan.
Definisi yang sangat mudah adalah kekeruhan merupakan banyaknya zat yang tersuspensi pada suatu perairan. Hal ini menyebabkan hamburan dan absorbsi cahaya yang datang sehingga kekeruhan menyebabkan terhalangnya cahaya yang menembus air. Faktor-faktor kekeruhan air ditentukan oleh:
a. Benda-benda halus yang disuspensikan (seperti lumpur sb)
b. Jasad-jasad renik yang merupakan plankton
c. Warna air (yang antara lain ditimbulkan oleh zat-zat koloid berasal dari daun-daun tumbuhan yang terektrak) Faktor-faktor ini dapat menimbulkan warna dalam air. Pengukuran kekeruhan suatu perairan dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan Jackson Candler Turbidimeter dengan satuan unit turbiditas setara dengan 1 mg/l SiO2. Satu unit turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan dengan satuan 1 JTU (Jackson Turbidity Unit). Air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan selain harus jernih tetapi tetap terdapat plankton. Air yang sangat keruh tidak dapat digunakan untuk kegiatan budidayan ikan, karena air yang keruh dapat menyebabkan :
a. Rendahnya kemampuan daya ikat oksigen
b. Berkurangnya batas pandang ikan
c. Selera makan ikan berkurang, sehingga efisiensi pakan rendah
d. Ikan sulit bernafas karena insangnya tertutup oleh partikelpartikel lumpur
6. Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi dari total ion yang terdapat didalam perairan. Pengertian salinitas yang sangat mudah dipahami adalah jumlah kadar garam yang terdapat pada suatu perairan. Hal ini dikarenakan salinitas ini merupakan gambaran tentang padatan total didalam air setelah  menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh chlorida dan semua bahan organik telah dioksidasi. Pengertian salinitas yang lainnya adalah jumlah segala macam garam yang terdapat dalam 1000 gr air contoh. Garam-garam yang ada di air payau atau air laut pada umumnya adalah Na, Cl, NaCl, MgSO4 yang menyebabkan rasa pahit pada air laut, KNO3 dan lainlain. Salinitas dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat yang disebut dengan Refraktometer atau salinometer. Satuan untuk pengukuran salinitas adalah satuan gram per kilogram (ppt) atau promil (o/oo). Nilai salinitas untuk perairan tawar biasanya berkisar antara 0–5 ppt, perairan payau biasanya berkisar antara 6–29 ppt dan perairan laut berkisar antara 30–35 ppt.
b. Sifat Kimia
1. Oksigen
Semua makhluk hidup untuk hidup sangat membutuhkan oksigen sebagai faktor penting bagi pernafasan. Ikan sebagai salah satu jenis organisme air juga membutuhkan oksigen agar prosesmetabolisme dalam tubuhnya berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan oleh ikan disebut dengan oksigen terlarut. Oksigen terlarut adalah oksigen dalam bentuk terlarut didalam air karena ikan tidak dapat mengambil oksigen dalam perairan dari difusi langsung dengan udara. Satuan pengukuran oksigen terlarut adalah mg/l yang berarti jumlah mg/l gas oksigen yang terlarut dalam air atau dalam satuan internasional dinyatakan ppm (part per million). Air mengandung oksigen dalam jumlah yang tertentu, tergantung dari kondisi air itu sendiri, beberapa proses yang menyebabkan masuknya oksigen ke dalam air yaitu:
1. Diffusi oksigen dari udara ke dalam air melalui permukannya, yang terjadi karena adanya
gerakan molekul-molekul udara yang tidak berurutan karena terjadi benturan dengan molekul
air sehingga O2 terikat didalam air. Proses diffusi ini akan selalu terjadi bila pergerakan air yang mampu mengguncang oksigen, karena kandungan O2 didalam udara jauh lebih banyak. Menurut penelitian, air murni 1000 cc pada suhu kamar mengandung 7 cc O2, sedangkan udara murni suhu pada kamar mengundang 210 cc O2. Dari gambaran tersebut, maka air relatif mudah melepaskan O2 ke udara. Dari imbangan tersebut di atas dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
Tercapainya imbangan O2 di air dan di udara, tergantung dari jumlah molekul-molekul zat (garam-garam) yang larut  dalam air (dalam satuansatuan tertentu), sebab jumlah tersebut yang menentukan kemungkinan terbentuknya molekul-molekul dan menentukan pula jumlah banyaknya molekul-molekul gas yang meninggalkan air lagi. Air yang mengandung garam-garam pada kadar O2 yang rendah saja sudah dapat seimbang dengan udara lebih cepat, bila di bandingkan dengan air suling. 􀁸 Kemungkinan bertubrukan molekul air di tentukan oleh suhu air. Makin tinggi suhu air,makin rendah jumlah oksigen yang dapat di,kandung/ di ikat oleh air. Artinya; jika suhu air tinggi, maka air itu dengan kadar oksigen yang rendah saja,sudah dapat seimbang dengan udara, sehingga penambahan oksigen lebih lanjut tidak akan meningkatkan oksigen terlarut dalam air. Dalam kegiatan budidaya ikan sifat tersebut penting artinya, terutama dalam pengangkutan ikan hidup, pemeliharaan ikan di akuarium, atau pemeliharaan ikan secara tertutup pada Recyle Sistem. Pada pengangkutan ikan sebaiknya dilakukan pada pagi/sore hari waktu suhu udara masih relatif rendah, sehingga goncangan airnya yang akan mampu meningkatkan difusi 02 kedalam air. Pada pemeliharaan ikan diakuarium atau pada tempat yang terbatas, pemberian lampu, yang mengakibatkan suhu air meningkat, akan menurunkan kemampuan air mengikat.
2. Diperairan umum, pemasukan oksigen ke dalam air terjadi karena air yang masuk sudah mengandung oksigen, kecuali itu dengan aliran air, mengakibatkan gerakan air yang mampu mendorong terjadinya proses difusi oksigen dari udara ke dalam air.
3. Hujan yang jatuh,secara tidak langsung akan meningkatkan O2 di dalam air, pertama suhu air
akan turun, sehingga kemampuan air mengikat oksigen meningkat, selanjutnya bila volume air bertambah dari gerakan air, akibat jatuhnya air akan mampu meningkatkan O2 di dalam air.
4. Proses Asimilasi tumbuhtumbuhan. Tanaman air yang seluruh batangnya ada didalam air di
    waktu siang akan melakukan proses asimilasi, dan akan menambah O2 didalam air. Sedangkan pada malam hari tanaman tersebut menggunakan O2 yang ada didalam air. Pengambilan air O2 didalam air disebabkan oleh:
􀁸 Proses pernafasan binatang dan tanaman air.
􀁸 Proses pembongkaran (menetralisasi) bahan-bahan organik.
􀁸 Dasar perairan yang bersifat mereduksi, dasar demikian hanya dapat di tumbuhi bakteri yang anaerob saja, yang dapat menimbulkan hasil pembakaran. Menurut Brown (1987) peningkatan suhu 1o C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%. Hubungan antara oksigen terlarut dan suhu dapat dilihat pada Tabel 3.2. yang menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu, kelarutan oksigen semakin berkurang. Kadar oksigen terlarut dalam suatu wadah budidaya ikan sebaiknya berkisar antara 7 – 9 ppm. Konsentrasi oksigen terlarut ini sangat menentukan dalam akuakultur. Kadar oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu dengan cara titrasi atau dengan menggunakan alat ukur yang disebut dengan DO meter (Dissolved Oxygen).
2. Karbondioksida
Karbondioksida merupakan salah satu parameter kimia yang sangat menentukan dalam kegiatan budidaya ikan. Karbondioksida yang dianalisis dalam kegiatan budidaya adalah karbondioksida dalam bentuk gas yang terkandung di dalam air. Gas CO2 memegang peranan sebagai unsur makanan bagi semua tumbuhan yang mempunyai chlorophil, baik tumbuh-tumbuhan renik maupun tumbuhan tingkat tinggi. Sumber gas CO2 didalam air adalah hasil pernafasan oleh binatang-binatang air dan tumbuhtumbuhan serta pembakaran bahan organik didalam air oleh jasad renik. Bagian air yang banyak mengandung CO2 adalah didasar perairan, karena ditempat itu terjadi proses pembakaran bahan organik yang cukup banyak. Untuk kegiatan asimilasi bagi tumbuh-tumbuhan, jumlah CO2 harus cukup, tetapi bila jumlah CO2 melampaui batas akan kritis bagi kehidupan binatang binatang air. Pengaruh CO2 yang terlalu banyak tidak saja terhadap perubahan pH air, tetapi juga bersifat racun. Dengan meningkatnya CO2, maka O2 dalam air juga ikut menurun,  sehingga pada level tertentu akan berbahaya bagi kehidupan binatang air. Kadar CO2 yang bebas didalam air tidak boleh mencapai batas yang mematikan (lethal), pada kadar 20 ppm sudah merupakan racun bagi ikan dan mematikan ikan jika kelarutan oksigen didalam air kurang dari 5 ppm (5 mg/l). CO2 yang digunakan oleh organism dalam air, mula-mula adalah CO2 bebas, bila yang bebas sudah habis, air akan melepaskan CO2 yang terikat dalam bentuk Calsiumbikarbonat maupun Magnesium bikarbonat. Air yang banyak mengandung persediaan Calsium atau Magnesium bikarbonat dalam jumlah yang cukup, mempunyai kapasitas produksi yang baik.
3. pH Air
pH (singkatan dari “ puisance negative de H “ ), yaitu logaritma negatif dari kepekatan ion-ion H yang terlepas dalam suatu perairan dan mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organism perairan, sehingga pH perairan dipakai sebagai salah satu untuk menyatakan baik buruknya sesuatu perairan. Pada perairan perkolaman pH air mempunyai arti yang cukup penting untuk mendeteksi potensi produktifitas kolam. Air yang agak basa, dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh tumbuhtumbuhan (garam amonia dan nitrat). Pada perairan yang tidak mengandung bahan organik dengan cukup, maka mineral dalam air tidak akan ditemukan. Andaikata kedalam kolam itu kemudian kita bubuhkan bahan organik seperti pupuk kandang, pupuk hijau dsb dengan cukup, tetapi kurang mengandung garam-garam bikarbonat yang dapat melepaskan kationnya, maka mineral-mineral yang mungkin terlepas juga tidak akan lama berada didalam air itu. Untuk menciptakan lingkungan air yang bagus, pH air itu sendiri harus mantap dulu (tidak banyak terjadi pergoncangan pH air). Ikan rawa seperti sepat siam (Tricogaster pectoralis), sepat jawa (Tricogaster tericopterus ) dan ikan gabus dapat hidup pada lingkunganmpH air 4-9, untuk ikan lunjar kesan pH 5-8 ,ikan karper (Cyprinus carpio) dan gurami, tidak dapat hidup pada pH 4-6, tapi pH idealnya 7,2. Klasifikasi nilai pH dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 􀁸 Netral : pH = 7 􀁸 Alkalis (basa) : 7 < pH < 14 􀁸 Asam : 0 < pH < 7.
 Derajat keasaman suatu kolam ikan sangat dipengaruhi oleh keadaan tanahnya yang dapat menentukan kesuburan suatu perairan. Nilai pH asam tidak baik untuk budidaya ikan dimana produksi ikan dalam suatu perairan akan rendah. Pada pH netral sangat baik untuk kegiatan budidaya ikan, biasanya berkisar antara 7 – 8, sedangkan pada pH basa juga tidak baik untuk kegiatan budidaya. Pengaruh pH pada perairan dapat berakibat terhadap komunitas biologi perairan, untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan (Effendi, 2000) Nilai pH Pengaruh Umum 6,0 – 6,5
􀁸 Keanekaragaman plankton dan benthos menga sedikit penurunan
􀁸 Kelimpahan total, biomassa dan produktivitas tak mengalami perubahan 5,5 – 6,0
􀁸 Penurunan nilai keanekaragaman plankton danbenthos semakin nampak
􀁸 Kelimpahan total, biomassa dan produktivitas masih belum mengalami perubahan berarti
􀁸 Algae hijau berfilamen mulai nampak pada zonaliteral 5,0 – 5,5
􀁸 Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton dan benthos semakin besar
􀁸 Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan benthos
􀁸 Algae hijau berfilamen semakin banyak
􀁸 Proses nitrifikasi terhambat 4,5 – 5,0
􀁸 Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton dan benthos semakin besar
􀁸 Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan benthos
􀁸 Algae hijau berfilamen semakin banyak
􀁸 Proses nitrifikasi terhambat Air kolam yang pH nya bergoncang antara 4,5-6,5 masih dapat diperbaiki dengan menambahkan kapur dalam jumlah yang cukup. Agar pH nya dapat dinaikan menjadi 8,0 supaya pengaruh OH yang rendah bisa ditiadakan. Pada umumnya pada pagi hari, waktu air banyak mengandung CO2, pH air rendah, pada waktu sore hari air kehabisan CO2 untuk asimilasi pH air menjadi tinggi. Kondisi pH ini akan sangat npenting artinya pada pengangkutan ikan hidup secara tertutup dengan pemberian gas O2. Pada pengangkutan ikan hidup secara terbuka, kelebihan CO2 hasil pernafasan ikan yang diangkut tidak jadi masalah, sebab CO2 itu senantiasa masih berkesempatan menjadi seimbang dengan udara terbuka diatasnya, sehingga penurunan pH air tidak akan terlalu buruk bagi ikan. Pada pengangkutan tertutup upaya mencegah penurunan pH air dapat ditambahkan larutan buffer seperti Na2HPO4 , sehingga pH yang sedianya akan turun dapat dicegah. Dengan demikian waktu pengangkutan ikan dapat diupayakan lebih panjang. Metode penentuan pH air dapat menggunakan alat pH meter atau dengan menggunakan kertas indikator pH. Diperairan asli, pergoncangan pH dari yang tinggi ke pH rendah dapat disanggah oleh unsur calsium yang terdapat dalam air asli itu sendiri. Apabila suatu perairan kadar calcium dalam bentuk Ca(HCO3)2 cukup tinggi, maka daya menyanggah air terhadap pergoncangan pH menjadi besar. Unsur Ca didalam air membentuk dua macam senyawa yaitu:
1. Senyawa kalsium carbonat (CaCO3) yang tidak dapat larut
2. Senyawa kalsium bicarbonat atau kalsium hidrogen karbonat (Ca(HCO3)2) yang dapat larut
    dalam air. Faktor yang menentukan besar kecilnya kemampuan penyanggah pergoncangan asam (pH) adalah banyaknya Ca (HCO3)2 di dalam air. Proses terjadinya penyanggahan asam didalam air adalah sbb: Kalau dalam suatu perairan, CO2 terambil, maka mula-mula pH air akan naik, akan tetapi pada saat yang bersamaan Ca(HCO3)2 yang larut dalam air itu akan pecah menurut persamaan sebagai berikut: Ca (HCO3)2 Ca CO3 + H2O + CO2 Sehingga dalam air itu terjadi pembentukan CO2 yang baru, selanjutnya pH air mempunyai kecenderungan untuk turun lagi. Berdasarkan proses tersebut diatas, kadar Ca yang terkandung dalam air menjadi berkurang. Kalcium bikarbonat yang terbentuk pada pemecahan itu akan mengendap berupa endapan putih didasar perairan, pada daun-daun tanaman air dsb. Sebaliknya, apabila terbentuk gas CO2 yang banyak didalam air maka mula-mula pH air mempunyai kecenderungan untuk turun akan tetapi dengan segera gas CO2 yang berkeliaran bebas itu akan diikat oleh CaC03 yang sulit larut dalam air tadi. Menurut persamaan reaksi: CaCO + CO2 + H2O Ca (HCO3)2. Sehingga jumlah CO2 bebasnya akan berkurang, akibatnya pH air mempunyai kecenderungan untuk naik, sehingga kecenderungan pH untuk turun dapat disanggah. Proses imbangan pH dapat dituliskan dengan reaksi sebagai berikut : Ca (HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O Jadi jumlah Ca (HCO3 )2 dalam air merupakan salah satu unsur dari baik buruknya perairan sebagai lingkungan hidup.
4. Bahan Organik dan garam mineral dalam air
Mineral merupakan salah satu unsure kimia yang selalu ada dalam suatu perairan, beberapa jenis mineral antara lain adalah Kalsium (Ca), Pospor (P), Magnesium (Mg), Potassium (K), Sodium (Na), Sulphur (S), zat besi (Fe), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Seng (Zn), Florin (F), Yodium (I) dan Nikel (Ni). Diperairan umum mineral yang diperlukan oleh phytoplakton senantiasa diperoleh dari pembongkaran bahan-bahan organik sisa dari tumbuhan dan binatang yang sudah mati. Di alam mineral tersebut berasal dari air yang masuk, atau adanya penambahan pupuk buatan. Pembongkaran bahan organik dilakukan oleh jasad renik yang terdapat didalam air. Pada menghendaki perairan yang pHnya 7 sedikit mendekati basa. Pembongkaran bahan organik ada yang dilakukan secara anaerob (tidak memerlukan oksigen). Proses pembongkaran itu juga dipengaruhi oleh suhu air. Bahan organik yang larut didalam air belum dapat dimanfaatkan oleh binatang air secara langsung.
Bahan-bahan organik yang mengendap di dasar perairan yang dangkal dapat dimakan secara langsung oleh berbagai macam binatang benthos (binatang yang hidup didasar perairan) seperti siput vivipar javanica, cacing tubifex, larva chironomaus dan sebagainya. Bagian-bagian dari pada lumpur organik demikian yang tidak dapat dicernakan, menyisa sebagai detritus di dasar perairan. Jumlah bahan organik yang terdapat dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai salah satu indikator banyak tidaknya mineral yang dapat dibongkar kelak. Bila suasana perairan anaerob, maka protein-protein yang menang mengandung belerang dapat dibongkar oleh bakteri anaerob (diantaranya adalah Bakterium vulgare). Hasil pembongkaran tersebut adalah gas hidrogen sulfide (H2S) dan ditandai bau busuk, air berwarna kehitaman.
Gas itu merupakan limiting factor/ factor pembatas bagi kesuburan perairan. Kandungan H2S – 6 mg/ l sudah dapat membunuh ikan Cyprinus carpio dalam beberapa jam saja.Untuk mencegah timbulnya H2S dalam kolam biasanya kolam yang akan digunakan untuk budidaya ikan harus dilakukan pengolahan tanah dasar dan pengeringan. Jenis gas beracun lainnya yang berasal dari pembongkaran bahan organik adalah gas metana. Gas Metana ( CH4 ) adalah gas yang bersifat mereduksi dan dikenal sebagai gas rawa. Metana itu timbul pada proses pembongkaran hidrat arang dari bahan organik yang tertimbun dalam perairan. Hidrat arang dalam suasana anaerob mulamula dibongkar menjadi asam-asam karboksilat. Bila suasana air tetap anaerob maka asam-asam karboksilat direduksikan lebih lanjut menjadi Metana. Bila gas Metana ini berhubungan dengan O2 dalam air sekelilingnya, maka air itu akan berkurang O2, dan sebagai hasilnya timbullah gas CO2. Pembongkaran dalam suasana anaerob juga dapat dilakukan oleh ragi (Saccharomyces), hasil pembongkaran itu adalah alkohol dan lebih lanjut lagi menjadi asam cuka (asam asetat ) oleh bakterium aceti. Kandungan bahan organik dalam air sangat sulit untuk ditentukan yang biasa disebut dengan kandungan total bahan organik (Total Organic Matter/TOM).
5. Nitrogen
Nitrogen didalam perairan dapat berupa nitrogen organik dan nitrogen anorganik. Nitrogen anorganik dapat berupa ammonia (NH3), ammonium (NH4), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3) dan molekul Nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Sedangkan nitrogen organic adalah nitrogen yang berasal bahan berupa protein, asam amino dan urea. Bahan organik yang berasal dari binatang yang telah mati akan mengalami pembusukan mineral yang terlepas dan utama adalah garam-garam nitrogen (berasal dari asam amino penyusun protein). Proses pembusukan tadi mula-mula terbentuk amoniak (NH3) sebagai hasil perombakan asam amino oleh berbagai jenis bakteri aerob dan anaerob. Pembongkaran itu akan menghasilkan suatu gas CO2 bebas, menurut persamaan reaksinya adalah: R. CH.NH2. COOH +O2 R. COOH + NH3 + CO2 Berdasarkan reaksi kimia tersebut dapat diperlihatkan bahwa kolam yang dipupuk dengan pupuk kandang/hijau yang masih baru dalam jumlah banyak dan langsung ditebarkan benih ikan kedalam kolam, biasanya akan terjadi mortalitas yang tinggi pada ikan karena kebanyakan gas CO2 . Bila keadaan perairan semakin buruk, sehingga O2 dalam air sampai habis, maka secara perlahan proses pembongkaran bahan organik akan diambil oleh bakteri lain yang terkenal ialah Nitrosomonas menjadi senyawa nitrit. Reaksi tersebut sebagai berikut: 2NH3 + 3O2 2HNO2 + H2O.
 Bila perairan tersebut cukup mengandung kation-kation maka asam nitrit yang terbentuk itu dengan segera dapat dirubah menjadi garam-garam nitrit, oleh bakteri Nitrobacter atau Nitrosomonas, garam-garam nitrit itu selanjutnya dikerjakan lebih lanjut menjadi garam-garam nitrit, reaksinya sebagai berikut: 2NaNO2+O2 2NaNO3 Garam-garam nitrit itu penting sebagai mineral yang diasimilasikan oleh tumbuh-tumbuhan hijau untuk menyusun asam amino kembali dalam tubuhnya, untuk menbentuk protoplasma itu selanjutnya tergantung pada nitrit, phytoplankton itu selanjutnya menjadi bahan makanan bagi organisme yang lebih tinggi. Nitrit tersebut pada suatu saat dapat dibongkar lebih lanjut oleh bakteri denitrifikasi (yang terkenal yaitu Micrococcus denitrifikan), bakterium nitroxus menjadi nitrogennitrogen bebas, reaksinya sebagai berikut: 5 C6H12O0 + 24 HNO3 24 H2 CO3 + 6 CO3 +18 H2O +12 N2 Agar supaya phitoplankton dapat tumbuh dan berkembang biak dengan subur dalam suatu perairan, paling sedikit dalam air itu harus tersedia 4 mg/l nitrogen (yang diperhitungkan dari kadar N dalam bentuk nitrat), bersama dengan 1 mg/l P dan 1 mg/l K. Bila kadar NH3 hasil pembongkaran bahan organik di dalam air  terdapatndalam jumlah besar, yang disebabkan proses pembongkaran protein terhenti sehingga tidak terbentuk nitrat sebagai hasil akhir, maka air tersebut disebut “sedang mengalami pengotoran (Pollution)”.
Kadar N dalam bentuk NH3 dipakai juga sebagai indikator untuk menyatakan derajat polusi. Kadar 0,5 mg/l merupakan batas maksimum yang lazim dianggap sebagai batas untuk menyatakan bahan air itu “unpolluted”. Ikan masih dapat hidup pada air yang mengandung N 2 mg/l. Batas letal akan tercapai pada kadar 5 mg/l. Di perairan kolam nitrogen dalam bentuk amonia sangat beracun bagi ikan budidaya, tetapi jika dalam bentuk amonium tidak begitu berbahaya pada media akuakultur. Amonia yang ada dalam wadah budidaya dapat diukur dan biasanya dalam bentuk ammonia total. Menurut Boyd (1988), terdapat hubungan antara kadar ammonia total dengan ammonia bebas pada berbagai pH dan suhu yang dapat dilihat pada Tabel 3.4. Pada table tersebut memperlihatkan daya racun ammonia yang akan meningkat dengan meningkatnya kadar pH dan suhu terhadap organisme perairan termasuk ikan. Kadar amonia yang dapat mematikan ikan budidaya jika dalam wadah budidaya mengandung 0,1 – 0,3 ppm. Oleh karena itu sebaiknya kadar amonia didalam wadah budidaya ikan tidak lebih dari 0,2 mg/l (ppm). Kadar amonia yang tinggi ini diakibatkan adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industry dan limpasan pupuk pertanian.
6. Alkalinitas dan kesadahan
Alkalinitas menggambarkan jumlah basa (alkali) yang terkandung dalam air, sedangkan alkalinitas total adalah konsentrasi total dari basa yang terkandung dalam air yang dinyatakan dalam ppm setara dengan kalsium karbonat. Total alkalinitas biasanya selalu dikaitkan dengan pH karena pH air ini akan menunjukkan apakah suatu perairan itu asam atau basa. Alkalinitas juga disebut dengan Daya Menggabung Asam (DMA) atau buffer/penyangga suatu perairan yang dapat menunjukkan kesuburan suatu perairan tersebut. Sedangkan kesadahan menggambarkan kandungan Ca, Mg dan ion-ion yang terlarut dalam air. Berdasarkan Effendi (2000) Nilai alkalinitas berkaitan jenis perairan yaitu perairan dengan nilai alkalinitas kurang dari  sebagai perairan lunak (Soft water), sedangkan perairan yang nilai alkalinatasnya lebih dari 40 mg/l CaCO3 disebut sebagai perairan keras (Hard water). Perairan dengan nilai alkalinitas yang tinggi lebih produkstif daripada dengan perairan yang nilai alkalinitasnya rendah. Menurut Schimittou (1991), perairan dengan alkalinitas yang rendahm(misal kurang dari 15 mg/l) tidak diinginkan dalam akuakultur karena :
􀁸 Perairan tersebut sangat asam sehingga performansi produksi ikan (Kesehatan umum da kelangsungan hidup, pertumbuhan, hasil dan efisiensi pakan) dipengaruhi secara negatif.
􀁸 Produksi phytoplankton dibatasi oleh ketidakcukupan CO2 dan HCO3 yang cenderung menyebabkan rendahnya kelarutan oksigen dan bisa mengakibatkan kematian plankton.
􀁸 Pada tanah-tanah asam dapat menyerap fosfor yang akan mereduksi efek pemupukan pada tingkat produksi akuakultur sistem ekstensif, tingkat pemupukan ekstensif dan pemupukan intensif.
􀁸 Fluktuasi pada pH dan faktorfaktor yang berhubungan dapat menyebabkan ketidakstabilan mutu air yang dapat menyebabkan ikan stres.
􀁸 Pada tingkat pH yang ekstrem dapat menyebabkan kondisikondisi stres masam pada pagi hari dan kondisi stres alkalin pada senja hari. Untuk meningkatkan kandungan alkalinitas total pada kolam pemeliharaan ikan dapat digunakan kapur pertanian. Oleh karena itu dalam kolam pemeliharaan ikan sebelum digunakan dilakukan proses pengapuran dengan menggunakan beberapa jenis batu kapur yang disesuaikan dengan kualitas tanah dasar kolam pemeliharaan.
c. Sifat Biologi
Parameter biologi dari kualitas air yang biasa dilakukan pengukuran untuk kegiatan budidaya ikan adalah tentang kelimpahan plankton, benthos dan perifiton sebagai organisme air yang hidup di perairan dan dapat digunakan sebagai pakan alami bagi ikan budidaya. Kajian secara detail dari ketiga aspek tersebut akan dibahas pada Bab 6. Kelimpahan plankton yang terdiri dari phytoplankton dan zooplankton sangat diperlukan untuk mengetahui kesuburan suatu perairan yang akan dipergunakan untuk kegiatan budidaya. Plankton sebagai organisme perairan tingkat rendah yang melayang-layang di air dalam waktu yang relatif lama mengikuti pergerakan air. Plankton pada umumnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan hidupnya
(suhu, pH, salinitas, gerakan air, cahaya matahari dll) baik untuk mempercepat perkembangan atau yang mematikan. Berdasarkan ukurannya, plankton dapatdibedakan sebagai berikut :
1. Macroplankton (masih dapat dilihat dengan mata telanjang/ biasa/tanpa pertolongan mikroskop).
2. Netplankton atau mesoplankton (yang masih dapat disaring oleh plankton net yang mata netnya 0,03 – 0,04 mm).
3. Nannoplankton atau microplankton (dapat lolos dengan plankton net diatas). Berdasarkan tempat hidupnya dan daerah penyebarannya, plankton dapat merupakan :
􀁸 Limnoplankton (plankton air tawar/danau)
􀁸 Haliplankton (hidup dalam airmasin)
􀁸 Hypalmyroplankton (khusus hidup di air payau)
􀁸 Heleoplankton (khusus hidup dalam kolam-kolam)
􀁸 Petamoplankton atau rheoplankton (hidup dalam air mengalir, sungai)
d. Bakteri
Sudjarwo, (2007) Pada ekosistem perairan alami bakteri memiliki peran sebagai reduktor/dekomposer yang mengontrol proses komponen organik misalnya polimer protein atau karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana, secara umum bakteri berdasarakan cara mendapatkan oksigen dibagi menjadi dua yaitu bakteri aerob dan anaerob. Kelompok aerob memerlukan oksigen bebas dalam mengoksidasi nutrien (misalnya glukosa) untuk memperoleh energi contohnya : Azotobacter, Nitrosomonas, Nitrococcus dan Nitrobacter.
Silalahi (2001), menyatakan dalam kehidupan manusia bakteri mempunyai peranan yang menguntungkan dan merugikan pada dunia akuakultur bakteri yang menguntungkan contohnya :Basillus spp, Nitrosomonas, Nitrobacter bakteri tersebut berperan dalam proses dekomposisi bahan organik dasar tambak dan berperan dalam proses nitrifikasi. Sedangkan yang merugikan diantaranya adalah bakteri Vibrio harveyyiV. alginolyticus, V. anguillarum, V. carchariae, V. cholerae, V. ordalii dan V. Vulnificus bakteri tergolong dalam bakteri gram negatif yang sangat merugikan khususnya bagi pembudidaya udang.
  Pemberian pakan yang tidak terkontrol mengakibatkan akumulasi limbah organik di dasar tambak sehingga menyebabkan terbentuknya lapisan anaerob yang menghasilkan H2S. (Efendi 2004 dalam Heriati, 1998). Akibat akumulasi H2S tersebut maka bakteri patogen oportunistik, jamur, parasit, dan virus mudah berkembang dan memungkinkan timbulnya penyakit pada udang (Tompo1993 dalam Irianto, 2003).
Pada umumnya perlakuan tentang limbah organik selama ini adalah dengan pengeringan dan penambahan kapur. Pengeringan dasar tambak pada umumya dilakukan untuk mempercepat degradasi limbah organik. Sedangkan pengapuran bertujuan untuk menetralkan keasaman dari aktifityas mikrobial (Antony, 2006). Akhir-akhir ini penggunaan bioteknologi yang dinamakan bioaugmentation mendapat perhatian yang tinggi karena merupakan pendekatan yang ramah lingkungan untuk meminimalkan degradasi lingkungan. Beberapa spesies bakteri Basillus, Pseudomonas, Acinetobacter, Cellulomonas, Rhodoseudomonas, Nitrosomonas, dan Nitrobacter yang diketahui dapat  membantu  proses mineralisasi limbah organik (Heriati, 1998).
Tujuan dari aplikasi bioaugmentasi pada dasar tambak  dapat mempercepat dekomposisi limbah organik (Antony, 2006). Jumlah total bakteri yang mendukung bagi budidaya udang windu sebesar 106 cfu/ml sedangkan kandungan bakteri pathogen (vibrio) sebesar 103 cfu/ml. Jika total bakteri lebih dari 106 cfu/ml dan total vibrio rendah kurang dari 103 cfu/ml secara mikrobiologi kondisi air cukup aman bagi budidaya.
3.3. Pengukuran Kualitas air Budidaya Ikan
Parameter kualitas air yang dapatdigunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan di Indonesia sudah dibuat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990, tanggal 5 Juni 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Dalam peraturan tersebut dibuat kriteria kualitas air berdasarkan golongan yaitu Golongan A adalah kriteria kualitasair yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu, Golongan B adalah kriteria kualitas air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum, Golongan C adalah kriteria kualitas air yang dapat digunakan untuk keperluan Perikanan dan Peternakan, Golongan D adalah kriteria kualitas air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air. Berdasarkan peraturan tersebut kriteria kualitas air untuk perikanan dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Kriteria kualitas air Golongan C
Ni dia alat yang perlu buat mendukung budidaya perikanan dari harga termahal sampai murah meriah
Sumber :
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 1 Untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar