PENCEGAHAN KEPUNAHAN IKAN BELIDA (Notopterus Chitala)
Salah satu
penghuni perairan umum adalah ikan belida (Notopterus
Chitala). Bagi masyarakat Sumatera Selatan, ikan belida sudah tidak asing
lagi. Ikan tersebut merupakan salah satu bahan baku utama makanan khas daerah
mereka seperti empek-empek, kerupuk, dan kemplang. Orang dikatakan belum ke
Palembang kalau belum mencicipi makanan khas tersebut.
DISKRIPSI IKAN BELIDA
Secara
taksonomi, ikan belida dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
Phylum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Sub-Kelas : Teleostei
Ordo : Isospondyli
Family : Notopteridae
Genus
: Notopterus
Spesies : Notopterus
Chitala
Di setiap
daerah, ikan belida mempunyai nama spesifik, yaitu belido (Sumatera Selatan dan
Jambi), belida (Kalimantan Barat) dan ikan pipih (Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah). Nama dagang ikan belida adalah knife fishes. Ikan belida ini dapat tumbuh hingga mencapai 87,5 cm.
Di Sumatera Selatan (sungai Lempuing), ikan belida berukuran 83 cm dengan bobot
6 kg pernah ditemui (Adjie & Utomo, 1994).
Ikan
belida menghuni perairan sungai dan rawa banjiran di bagian tengah dari daerah
aliran sungai (DAS). Pengamatan
DAS Musi menunjukkan
bahwa ikan belida banyak ditemui di sungai yang banyak
terdapat rantingatau kayu dan diperairan rawa banjiran yang berhutan. Tempat
tersebut merupakan habitat ikan belida untuk menjalankan siklus kehidupannya,
mulai mematangkan gonad, memijah, merawat telur, merawat anakan hingga tumbuh
besar menjadi induk. Habitat pemijahan induk ikan belida yaitu bagian perairan
yang mempunyai kedalaman dari 1,5-2 m. Selama musim kemarau, ikan belida
menghuni anak sungai dan ia akan menyebar ke perairan sekitarnya (rawa banjiran
dan persawahan) selama musim penghujan.
Ikan
belida mempunyai bentuk badan pipih. Pola pertumbuhannya mengikuti alometrik.
Ikan belida betina lebih gemuk dari pada ikan jantan. Untuk mencapai
pertumbuhan tersebut, ikan belida menyantap ikan sebagai menu utamanya dan
udang serta serangga air sebagai menu pelengkanya, sehingga ikan belida dapat
dikategorikan ke dalam ikan buas (karnivora).
Menurut
Adjie & Utomo (1994), ikan belida berukuran lebih dari 50 cm sudah memasuki
usia dewasa dan diduga berusia lebih dari 3 (tiga) tahun. Selanjutnya jumlah telur pada ikan belida
ukuran 81-83 cm dengan bobot 4-6 kg per ekor adalah sekitar 1.194 – 8.320
butir. Pengamatan Adjie et al.
(1999) di Sungai
Batanghari dari bulan Mei – November menunjukkan bahwa ikan belida
berukuran 70 – 93 cm dengan bobot 1,9 – 7,0 kg per ekor telah mempunyai telur,
namun diameternya bervariasi dari 0,15 – 3,55 mm. Smith (1945) melaporkan bahwa tidak semua
telur ikan belida dikeluarkan pada saat memijah. Menurut Adjie et al. (1999)
mengemukakan bahwa puncak musim pemijahan ikan belida terjadi pada bulan Juli
(musim kemarau). Nelayan memancing pada musim kemarau dengan menggunakan
pancing, empang arat, jaring insang, serta jaring insang khusus dipasang
mendatar di permukaan air.
Dari data
produksi secara umum yang diambil dari Statistik Perikanan Indonesia selama 10
tahun (1989 – 1998) Anonim, 2000. secara umum terlihat bahwa produksi ikan
belida dicapai pada tahun 1991. setelah itu produksinya cenderung menurun
hingga tahun 1995 dan kemudian stabil hingga tahun 1998. penurunan produksi
ikan belida tersebut menunjukkan bahwa populasi ikan tersebut sudah terancam
kelestariannya. Di Sumatera ikan belida sudah mulai sulit didapat sejak 1995
dan banyak tertangkap di Sumatera Selatan. Sedangkan menurut survei plasma
nutfah ikan di DAS Batanghari mengemukakan bahwa ikan belida sudah termasuk
jenis ikan yang terancam kelestariannya.
FAKTOR
- FAKTOR PENDORONG ANCAMAN KELESTARIAN IKAN BELIDA
1. Peningkatan
Intensitas Penangkapan
Intensitas penangkapan ikan belida di
perairan umum terkait dengan peningkatan kebutuhan pasar. Permintaan pasar ikan
belida terus meningkat akibat pasar makanan khas Sumatera Selatan tidak
terbatas hanya di Sumatera Selatan saja. Hal ini mendorong peningkatan jumlah
nelayan dan alat tangkap yang di operasikan untuk menangkap ikan belida. Laju
peningkatan mortalitas ikan belida dialam oleh penangkapan jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan laju pemulihan kembali ketersediaan ikan tersebut dialam
sehingga populasi ikan belida cepat berkurang.
2. Penangkapan
Induk Ikan Belida
Sungguhpun penangkapan ikan belida
menggunakan alat tangkap sederhana, tetap akan terancam populasinya karena
ukuran ikan yang ditangkap adalah besar sudah tergolong induk atau calon
induk. Induk belida dengan bobot 6 kg
mengandung telur sebanyak 8.320 butir (Adjie & Utomo, 1994). Jika kita
gunakan asumsi bahwa sekitar 1 % dari total telur (fekunditas) ikan belida
dengan bobot 6 kg berhasil kembali menjadi induk, maka jumlah sediaan ikan di
alam adalah sekitar 80 ekor atau setara dengan 480 kg. Artinya penangkapan satu
ekor induk belida akan mengurangi
jumlahikan sebanyak 80 ekor yang mempunyai potensi telur sekitar 640.000
butir.
3. Pengoperasian
Alat Tangkap Terlarang dan Tidak Ramah Lingkungan
Saat ini, alat tangkap racun sudah meluas
digunakan oleh masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar perairan, setiap
saat. Ditambah lagi dengan penggunaan
alat tangkap listrik yang menyebabkan kematian ikan secara massal. Di Sumatera
Selatan, nelayan juga mengoperasikan jenis alat tangkap tuguk yang di pasang melintang
di sungai kecil dan besar. Tuguk dianggap tidak ramah lingkungan karena prinsip
kerjanya seperti trawl (pukat harimau) yang sangat tidak selektif.
4. Peningkatan
Tekanan Ekologis oleh Limbah
Sudah menjadi tradisi bahwa sungai
merupakan tempat pembuangan limbah, semakin ke hilir, kadar limbahnya semakin
tinggi. Menurut Pollnac & Malvestuto (1992), DAS Musi sebagai tempat hidup
ikan belida dapat digolongkan ke dalam perairan yang mempunyai tekanan ekologis
tinggi di Indonesia dibandingkan dengan Kalimantan (DAS Kapuas). Penurunan kualitas perairan akibat limbah
dapat mengganggu siklus hidup ikan belida.
5. Pembukaan
Lahan dan Pembangunan Infrastruktur
Pembukaan lahan dan pembangunan
infrastruktur seperti jalan raya menjadi sumber gangguan siklus kehidupan ikan, termasuk belida. Selama musim
hujan tanah terkikis dan menjadi sumber peningkatan tingkat kekeruhan perairan
dan pendangkalan perairan. Kekeruhan yang tinggi akan mengganggu proses
sintesis fitoplankton dan selanjutnya mempengaruhi struktur komunitas di
atasnya, khususnya larva dan ikan kecil yang menggantungkan hidupnya pada
plankton. Gangguan tersebut akan mempersempit peluang ikan belida untuk
mendapatkan makanan. Sehingga hal demikian akan mengganggu kestabilan ekosistem
suatu perairan.
6. Proses
Penuaan Alami
Proses penuaan tidak bisa dielakkan lagi.
Hanya makhluk hidup yang kuat saja yang mampu bertahan hidup. Menurut Pollnac
& Malvestuto (1992), perubahan kondisi lingkungan perairan dan penangkapan
ikan yang berlebihan dapat menurunkan populasi ikan. Perusakan habitat sangat
berbahaya terutama bagi jenis yang hidup endemik yang dapat mengakibatkan
kepunahan jenis ikan tersebut. Oleh karena itu kita harus berbuat agar anak
cucu kita masih dapat menikmati rasa dan keindahan ikan belida, khususnya bagi
masyarakat di Sumatera Selatan.
TINDAKAN PENCEGAHAN KEPUNAHAN IKAN BELIDA
Di beberapa
daerah menunjukkan bahwa secara umum ikan belida sudah terancam kepunahan
populasinya. Untuk mencegah kepunahan jenis ikan tersebut, maka perlu membuat
suatu keseimbangan antara kematian akibat penangkapan dan proses alami dengan
rekrutmen sediaan ikan tersebut. Diantara cara mencegah kepunahan ikan belida
tersebut adalah :
v
Mendirikan
suaka perikanan
v
Domestikasi
v
Penebaran
kembali, dan
v
Pengembangan
budidaya menjadi alternatif pencegahan kepunahan yang strategis
Suaka
perikanan, khususnya daerah pemijahan menjadi penting dalam tindakan mencegah
kepunahan ikan belida. Suaka perikanan tersebut akan menajdi peluang kepada
ikan belida untuk melakukan proses reproduksinya secara normal.
Domestikasi
adalaj upaya manusia untuk menjinakkan ikan liar agar dapat tumbuh dan
berkembang dalam kondisi terkontrol sesuai dengan keinginan mereka. Proses
domestikasi dapat dimulai pemeliharaan ikan belida ukuran kecil (benih)
atau besar yang
ditangkap dari alam
dalam wadah budidaya. Ikan
tersebut diberi pakan secara teratur sehingga matang kelamin dan dipijahkan
secara terkontrol.
Keberhasilan
domestikasi ikan belida akan mendorong pengembangan budidaya yang dapat
mengurangi tekanan penangkapan. Selain itu benih hasil pemijahan dapat ditebar
kembali ke perairan umum.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Riset kelautan dan
Perikanan (2002). Warta Penelitian Perikanan Indonesia.
Yayan dan Syafei L.S, 2005.
Buku Seri Kesehatan Ikan “Ikan Belida Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi
Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.