Rabu, 20 Mei 2020

MENGENAL DAPNIA

MENGENAL DAPNIA 




Daphnia sp. adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar, mendiami kolam-kolam atau danau-danau. Daphnia sp. dapat hidup di daerah tropis dan subtropis. Kehidupan Daphnia sp. dipengaruhi oleh beberapa faktor ekologi perairan antara lain: suhu, oksigen terlarut dan pH. Daphnia sp. dapat beradaptasi dengan baik pada perubahan lingkungan hidupnya dan termasuk dalam ketegori hewan eutitropik dan tahan terhadap fluktuasi suhu harian atau tahunan. Kisaran suhu yang dapat ditolerir bervariasi sesuai adaptasinya pada lingkungan tertentu.

Daphnia sp. dapat hidup dalam air yang kandungan oksigen terlarutnya sangat bervariasi yaitu dari hampir nol sampai lewat jenuh. Ketahanan Daphnia sp. pada perairan yang miskin oksigen mungkin disebabkan oleh kemampuannya dalam mensintesis haemoglobin. Dalam kenyataannya, laju pembentukan haemoglobin berhubungan dengan kandungan oksigen lingkungannya. Naiknya kandungan haemoglobin dalam darah Daphnia sp. dapat juga diakibatkan oleh naiknya temperatur, atau tingginya kepadatan populasi. Untuk dapat hidup dengan baik Daphnia sp. memerlukan oksigen terlarut yang cukup besar yaitu di atas 3,5 ppm.

Daphnia sp. hidup pada kisaran pH cukup besar, tetapi nilai Ph yang optimal untuk kehidupannya sukar ditentukan. Lingkungan perairan yang netral dan relatif basah yaitu pada pH 7,1 – 8,0 baik untuk pertumbuhannya. Pada kandungan amoniak antara 0,35 – 0,61 ppm, Daphnia sp. masih dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik.

Di alam genus Daphnia mencapai lebih dari 20 spesies dan hidup pada berbagai jenis perairan tawar, terutama di daerah sub tropis. Daphnia sp. Sebagai hewan air, juga dikenal sebagai kutu air (= water fleas). Daphnia sp. dapat diklasifikasikan dalam:

Philum       : Arthropoda
Kelas          : Crustacea
Sub Klas     : Branchiopoda
Divisi         : Oligobranchiopoda
Ordo          : Cladocera
Famili        : Daphnidae
Genus        : Daphnia
Spesies      : Daphnia sp.

Bentuk tubuh Daphnia sp. lonjong dan segmen badan tidak terlihat. Pada bagian ventral kepala terdapat paruh. Kepala mempunyai lima pasang apendik, yang pertama disebut antenna pertama, kedua disebut antenna kedua yang mempunyai fungsi utama sebagai alat gerak. Tiga pasang yang terakhir adalah bagian-bagian dari mulut.

Tubuh ditutupi oleh cangkang dari kutikula yang mengandung khitin yang transparan, di bagian dorsal bersatu, tetapi dibagian ventral terbuka dan terdapat lima pasang kaki.

Ruang antara cangkang dan tubuh bagian dorsal merupakan tempat pengeraman telur. Pada ujung post abdomen terdapat dua kuku yang berduri kecil-kecil. Pada habitat aslinya, Daphnia sp. berkembangbiak secara parthenogenesis. Perbandingan jenis kelamin atau “sex ratio” pada Daphnidae menunjukkan keragaman dan tergantung pada kondisi lingkungannya. Pada lingkungan yang baik, hanya terbentuk individu betina tanpa individu jantan. Pada kondisi ini, telur dierami di dalam kantong pengeraman hingga menetas dan anak Daphnia sp. dikeluarkan pada waktu pergantian kulit. Didalam kondisi yang mulai memburuk, disamping individu betina dihasilkan individu jantan yang dapat mendominasi populasi dengan perbandingan 1 : 27. Dengan munculnya individu jantan, populasi yang bereproduksi secara seksual akan membentuk efipia atau “resting egg” disebut juga siste yang akan menetas jika kondisi perairan baik kembali. Terbentuknya telur-telur yang menghasilkan individu jantan dirangsang oleh : (a) Melimpahnya individu betina yang mengakibatkan akumulasi hasil ekspresi; (b) Berkurangnya makanan yang tersedia; (c) Menurunnya suhu air dari 25-30 menjadi 14-170C.

Kondisi-kondisi tersebut dapat mengubah metabolisme Daphnia sp. sehingga dapat mempengaruhi mekanisme kromosomnya. Di daerah tropis, Daphnia sp. yang didatangkan dari daerah subtropis seringkali juga membentuk efipia pada musim kemarau.

Daphnia sp. dewasa berukuran 2,5 mm anak pertama sebesar 0,8 mm dihasilkan secara parthenogenesis. Daphnia sp. mulai menghasilkan anak pertama kali pada umur 4-6 hari. Pada lingkungan yang bersuhu antara 22 – 310C pH antara 6,6 – 7,4 Daphnia sp. sudah menjadi dewasa dalam waktu empat hari dengan umur yang dapat dicapai hanya 12 hari.

Setiap satu atau dua hari sekali, Daphnia sp. akan beranak 29 ekor. Jadi selama hidupnya hanya dapat beranak tujuh kali dengan jumlah yang dihasilkan 200 ekor.

Selama hidupnya Daphnia sp. mengalami empat periode yaitu telur, anak, remaja dan dewasa. Pertambahan ukuran terjadi sesaat setelah telur menetas didalam ruang pengeraman. Setelah dua kali instar pertama, anak Daphnia sp. yang bentuknya mirip Daphnia sp. dewasa dilepas dari ruang pengeraman. Jumlah instar pada stadium anak ini hanya dua sampai lima kali, tetapi tingkat pertumbuhan tertinggi terjadi pada stadium ini.

Periode remaja adalah instar tunggal antara instar anak terakhir dan instar dewasa pertama. Pada periode ini sekelompok telur pertama mencapai perkembangan penuh di dalam ovarium. Segera setelah Daphnia sp. ganti kulit pada akhir instar remaja memasuki instar dewasa pertama, sekelompok telur pertama dilepaskan ke ruang pengeraman.

Selama instar dewasa pertama, kelompok telur kedua berkembang di ovarium dan seterusnya. Namun adakalanya terdapat periode steril pada Daphnia sp. tua.

Pertambahan panjang dan bobot Daphnia sp. selama pertumbuhan cukup pesat, terutama setelah ganti kulit. Selama instar anak terjad pertumbuhan hampir dua kali lipat dibandingkan sebelum ganti kulit. Sedangkan pertambahan volume terjadi dalam beberapa detik atau menit sebelum eksoskeleton baru mengeras dan kehilangan elastisitasnya.

Pada akhir setiap instar Daphnia sp. dewasa terdapat peristiwa berurutan yang berlangsung cepat, biasanya terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam, yaitu: (1) Lepasnya atau keluarnya anak dari ruang pengeraman; (2) Ganti kulit (molting); (3) Pertambahan ukuran; dan (4) Lepasnya sekelompok telur baru ke ruang pengeraman.


SUMBER:
Mokoginta I., 2003.  Modul Budidaya Daphnia - Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

Delbare, D. and Dhert, P. 1996. Cladoecerans, Nematodes and Trocophara Larvae, p. 283 – 295. In Manual on The Production and Use of Live Food (P. Lavens and P. Sorgelos, eds). FAO Fisheries Technical Paper 361.

Sulasingkin, D. 2003. Pengaruh konsentrasi ragi yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi Daphnia sp. Skripsi. FPIK. IPB.


Senin, 04 Mei 2020

MEMBUAT BAKSO IKAN GORENG

MEMBUAT BAKSO IKAN GORENG



Bakso ikan goreng merupakan salah satu bentuk pengolahan yang menggunakan daging ikan sebagai bahan dasarnya dengan tambahan tepung tapioka dan bumbu dengan bentuk bulat halus dengan tekstur kompak, elastis, dan kenyal. Bakso umumnya dibuat dari daging sapi seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi selera konsumen berkembang. Bakso yang dibuat dari bahan baku ikan diantaranya bakso ikan tenggiri.
Bakso merupakan produk olahan dari daging yang cukup digemari masyarakat. Pada umumnya bakso dibuat dari daging sapi, tetapi akhir-akhir ini banyak dijumpai di pasaran bakso dibuat dari daging ikan. Jenis ikan yang sering dipergunakan untuk bahan pembuatan bakso adalah ikan tengiri. Pada dasarnya, hampir semua jenis ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan bakso. Ikan hiu dan ikan pari yang berbau tidak sedap, juga dapat digunakan untuk membuat bakso, dengan cara menghilangkan bau tidak sedap melalui proses pencucian urea yang ada pada daging ikan tersebut.

Bahan untuk Membuat Bakso Ikan Goreng
Beberapa bahan untuk membuat Bakso Ikan Goreng

  • 100gr paha ayam fillet, cincang halus
  • 15gr ikan tenggiri gepeng, haluskan
  • 100gr udang kupas, cincang kasar
  • 100gr kulit ayam, cincang halus
  • 2 siung bawang putih, haluskan
  • 1/2 sdm garam
  • 1/2 sdt merica bubuk
  • 1/2 sdt penyedap rasa
  • 2 sdt minyak wijen
  • 1/2 sdt gula pasir
  • 2 butir telur
  • 50 ml air es
  • 250gr sagu
  • 1 sdt baking powder
  • Minyak untuk menggoreng
Cara Membuat Bakso Ikan Goreng
Berikut ini adalah cara membuat Bakso Ikan Goreng
  1. Campur ayam fillet, ikan tenggiri, udang, kulit ayam, bawang putih, garam, merica bubuk, penyedap rasa, minyak wijen, dan gula pasir
  2. Tambahkan telur dan air es sambil diuleni rata. Tambahkan sagu dan baking powder. Aduk rata.
  3. Bentuk bola-bola dengan bantuan 2 buah sendok makan
  4. Goreng dengan api sedang sampai matang

Sumber : http://membuatbakso.com/resep-dan-cara-membuat-bakso-ikan-goreng.html



Kamis, 30 April 2020

Jenis Kolam Berdasar Proses Budidaya dan Fungsinya


Jenis Kolam Berdasar Proses Budidaya dan Fungsinya



Jenis-jenis kolam yang dibutuhkan untuk membudidayakan ikan berdasarkan proses budidaya dan fungsinya dapat dikelompokkan menjadi beberapa kolam antara lain adalah kolam pemijahan, kolam penetasan, kolam pemeliharaan/ pembesaran, dan kolam pemberokan induk.

1. Kolam pemijahan
adalah kolam yang sengaja dibuat sebagai tempat perkawinan induk-induk ikan budidaya. Ukuran kolam pemijahan ikan bergantung kepada ukuran besar usaha, yaitu jumlah induk ikan yang akan dipijahkan dalam setiap kali pemijahan.


Bentuk kolam pemijahan biasanya empat persegi panjang dan lebar kolam pemijahan misalnya untuk kolam pemijahan ikan mas sebaiknya tidak terlalu berbeda dengan panjang kakaban.
Kolam pemijahan sebaiknya dibuat dengan sistem pengairan yang baik yaitu mudah dikeringkan dan pada lokasi yang mempunyai air yang mengalir serta bersih. Selain itu kolam pemijahan harus tidak bocor dan bersih dari kotoran atau rumputrumput liar
2. Kolam penetasan
adalah kolam yang khusus dibuat untuk menetaskan telur ikan , sebaiknya dasar kolam penetasan terbuat dari semen atau tanah yang keras agar tidak ada lumpur yang dapat mengotori telur ikan sehingga telur menjadi buruk atau rusak. Ukuran kolam penetasan disesuaikan juga dengan skala usaha. Biasanya untuk memudahkan perawatan dan pemeliharaan larva, ukurannya adalah 3 x 2 m atau 4 x 3 m


3. Kolam pemeliharaan benih
adalah kolam yang digunakan untuk memelihara benih ikan sampai ukuran siap jual (dapat berupa benih atau ukuran konsumsi). Kolam pemeliharaan biasanya dapat dibedakan menjadi kolam pendederan dan kolam pembesaran ikan. Pada kolam semi intensif atau tradisional sebaiknya tanah dasar kolam adalah tanah yang subur jika dipupuk dapat tumbuh pakan alami yang sangat dibutuhkan oleh benih


4. Kolam pemberokan
adalah kolam yang digunakan untuk menyimpan induk-induk ikan yang akan dipijahkan atau ikan yang akan dijual/angkut ke tempat jauh
5. Kolam pembesaran
adalah kolam yang digunakan untuk pembesaran ikan. Benih dengan ukuran tertentu, yang sudah melalui proses grading (dipisahkan sesuai dengan kesaman ukuran), akan ditempatkan di kolam tertentu untuk dibudidayakan hingga ukuran siap dikonsumsi/siap panen dan dijual.


Sumber :
Triswiyanaira,2013.jeniskolamberdasarprosesbudidayadanfungsinya. Didonwload dr laman https://iratriswiyana.wordpress.com/2013/04/07/jenis-kolam-berdasar-proses-budidaya-dan-fungsinya/

Senin, 06 April 2020

Penyakit Ikan Nila



Penyakit ikan Nila

Penyakit pada ikan adalah suatu gejala fisiologis ikan yang disebabkan oleh suatu parasit atau faktor lingkungan yang tidak sesuai. Munculnya penyakit pada ikan selain dipengaruhi kondisi ikan yang lemah juga cara penyerangan dari organisme yang menyebabkan penyakit tersebut. Ikan nila adalah ikan air tawar yang tahan penyakit dan bandel. Serangan penyakit pada ikan nila jarang ditemukan mewabah secara besar-besaran. Namun bukan berarti hama maupun penyakit pada ikan nila boleh dianggap sepele. Serangan penyakit pada ikan nila bisa saja datang dan pembudidaya tetap harus waspada. 



5 Faktor Utama Penyebab Penyakit pada Budidaya Ikan Nila
Penyakit pada ikan nila terjadi jika ikan (inang), hidup dalam lingkungan perairan yang kurang sesuai untuk kehidupan ikan, tetapi mendukung patogen untuk memperbanyak diri atau berkembang biak. Ini akan menyebabkan perubahan secara patofisiologi pada organ-organ tubuh ikan. Timbulnya serangan penyakit ikan di kolam merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini telah menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh penyakit. Beberapa faktor ynag menyebabkan timbulnya penyakit pada ikan antara lain sebagai berikut :
1.      Adanya serangan organisme parasit
2.      Lingkungan yang tercemar (ammonia, sulfide atau bahan-bahan kimia beracun)
3.      Lingkungan dengan fluktuasi suhu, pH, salinitas, dan kekeruhan yang besar
4.      Pakan yang tidak sesuai atau gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan
5.      Kondisi tubuh ikan yang lemah karena faktor genetik (kurang kuat menghadapi perubahan lingkungan).

7 Tips Mencegah Serangan Penyakit pada Budidaya Ikan Nila

Melakukan tindakan pencegahan terjadinya serangan penyakit pada ikan nila jauh lebih baik daripada mengobati. Dengan melakukan pencegahan setidaknya serangan penyakit ikan nila dapat ditekan seminim mungkin. Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya serangan berbagai jenis penyakit pada ikan nila :
a)      Pembersihan dan pengeringan dasar kolam setiap selesai panen,
b)      Penggunaan bibit ikan yang sehat dan bebas penyakit,
c)      Menghindari penebaran bibit ikan terlalu padat (melebihi kapasitas kolam),
d)      Menggunakan sistem pengairan secara paralel untuk mencegah penularan dan penyebaran penyakit,
e)      Memelihara ikan nila dengan baik dan benar,
f)       Pakan diberikan dalam jumlah yang cukup dan tidak berlebihan, sisa-sisa pakan akan mengendap didasar kolam dan menimbulkan pencemaran bau busuk pada air kolam. Hal ini dapat memicu pertumbuhan jamur dan organisme parasit penyebab penyakit pada ikan nila,
g)      Mengganti air kolam secara teratur.
Selain beberapa organisme penyabab penyakit pada ikan nila diatas, penyakit ikan nila juga dapat disebabkan oleh kualitas air yang buruk, kotoran atau limbah yang ada didasar kolam dapat menimbulkan keracunan pada ikan. Sisa-sisa pakan dan pembusukan material organik di dasar kolam dapat menimbulkan gas beracun, seperti H2S yang menyebabkan keracunan pada ikan nila.

Sumber :
Azzami,2017.hama dan penyakit ikan. Di download dari laman
https://mitalom.com/macam-macam-hama-penyakit-ikan-karakteristik-dan-pengelompokannya

Sabtu, 28 Maret 2020

Pengolahan Ikan Konsumsi


Pengolahan Ikan Konsumsi




 


Pengolahan ikan kumsumsi аdаlаh upaya уаng dilakukan terhadap sumberdaya ikan mеlаluÑ– proses pengolahan secara tradisional maupun modern, baik secara fisika, kimia, mikrobiologis atau kombinasinya, 

Dengan Tujuan untuk dijadikan produk akhir уаng dараt berupa ikan segar, ikan beku dan bentuk olahan lainnya, gunа mengawetkan dan memperbaiki penampakan/penampilan (appearance) sifat-sifat fisika, kimia dan nilai gizi serta nilai tambahnya (value added) untuk memenuhi konsumsi manusia.

Pengalengan:

Adаlаh ѕuаtu proses pengolahan ikan dеngаn mеlаluі proses ѕеbаgаі bеrіkut : Dеngаn atau tаnра pemotongan kepala, pencucian, pre-cooking, pengisian ikan kе dalam kaleng, pengisian media kе dalam kaleng, penutupan kaleng, sterilisasi/ pasteurisasi, pendinginan, masa pemeraman, pengepakan dan pengemasan.

Contoh:  Udang dalam kaleng, tuna dalam kaleng, sardin dalam kaleng, dll

Pembekuan:

Proses penanganan dan pengolahan Ikan dеngаn cara: pencucian, preparasi, pembekuan hіnggа mencapai suhu -25º Celcius ѕаmраі dеngаn suhu pusat -18º Celcius, dengan/tanpa penggelasan, pengepakan dan pengemasan, serta penyimpanan beku.

Contoh: Udang beku, tuna beku, loin beku, dll

Penggaraman/Pengeringan: 


Adаlаh kegiatan уаng bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam daging ѕаmраі batas tertentu dimana perkembangan mikroorganisme dan enzim terhenti sehingga ikan dараt disimpan cukup lama dalam keadaan layak dimakan
.
Contoh: Ikan asin kering, ikan asin 1/2 kering 

Pemindangan:

Cara pengawetan ikan menggunakan suhu tinggi mеlаluі perebusan, ber-tujuan mendapatkan citarasa tertentu dan mengurangi kandungan mikroba/spora уаng dараt mempengaruhi mutu dan daya simpan produk. Cara pengolahannya, pemindangan terdiri аtаѕ pemindangan air garam dan pemindangan garam
.

Contoh: Pindang bandeng, pindang cuwe, dll

Pengasapan:

Proses pengawetan ikan dеngаn menggunakan media asap atau panas dеngаn tujuan untuk membunuh bakteri dan memberi citarasa уаng khas.
Contoh: Ikan asap, ikan kayu, ikan fufu, dll

Peragian/Fermentasi:

Proses pengawetan ikan mеlаluі perombakan secara enzymatis, proteolitik, bakteriologis dalam derajat keasaman tertentu sehingga menghasilkan produk dеngаn cita rasa khas. Tahap pengolahan produk berfermentasi:

• Perebusan I, pengepresan/pemerasan, penyaringan,

• Perebusan II, penambahan gula dan garam.

Contoh: Terasi, kecap ikan, petis, silase ikan


Pereduksian/Pengektrasian:
Proses pemisahan  cairan dеngаn padatan mеlаluÑ– tahapan pengepresan dan pemusingan.


Contoh: Tepung ikan, chitin, citosan, agar-agar, karaginan, minyak ikan, dll

Pelumatan Daging:

Pencampuran daging ikan dеngаn garam sehingga menghasilkan pasta уаng lengket kеmudіаn ditambahkan bahan-bahan lainnya untuk menambah cita rasa untuk selanjutnya dibentuk dan dimasak.

Contoh:   

-baso ikan, sosis ikan, surimi, nugget
-produk olahan berbahan baku rumput laut

Pengolahan Produk Segar:

Proses penurunan suhu hasil perikanan ѕаmраі mendekati suhu titik leleh es уаіtu -3º s/d 0º Celcius.


Contoh: Tuna segar, loin segar, fillet ikan segar, dll.

Sumber :
Bamz,2018.prosespengolahanprodukhasilperikanan. Didonwload dr laman http://perikanan38.blogspot..com/2018/04/proses-pengolahan-produk-hasil-perikanan.html

Selasa, 10 Maret 2020

Budidaya Rotifera


Budidaya Rotifera


Rotifera merupakan pakan awal larva Ikan. Untuk keperluan budidaya Rotifera, kita perlu membudidayakan Chlorella sp terlebih dahulu. Apabila kepadatan Chlorella sp. telah mencapai kepadatan tertinggi maka inokulasi bibit Rotifera ke dalam wadah Chlorella sp. dapat dilakukan.
Rotifera merupakan pakan awal larva Ikan. Untuk keperluan budidaya Rotifera, kita perlu membudidayakan Chlorella sp terlebih dahulu. Apabila kepadatan Chlorella sp. telah mencapai kepadatan tertinggi maka inokulasi bibit Rotifera ke dalam wadah Chlorella sp. dapat dilakukan.
Pada budidaya Rotifera dengan menggunakan makanan Chlorellasp. maka kepadatan Chlorella sp. pada media budidaya perlu dipertahankan, pada kepadatan 13–14 x 106 sel per ml media setiap hari.
Caranya adalah sebagai berikut. Pada hari pertama, hanya 25% volume bak budidaya Rotifera diisi air dengan Chlorella sp. Pada hari kedua ditambahkan 25%, hari ketiga 25%, hari ke empat 25%. Pada hari ke lima Rotifera dapat dipanen seluruhnya. Budidaya Rotifera dapat dimulai dari awal kembali. Pengamatan kepadatan Rotifera perlu dilakukan setiap hari, untuk melihat apakah populasi Rotifera bertambah.
Pemanenan Rotifera dapat dilakukan seluruhnya pada hari ke 5. Atau pada hari ke 5 Rotifera dipanen sebagian, 50% volume media, kemudian bak budidaya diisi kembali dengan media Chlorella sp. hingga 100% volume. Rotifera dapat dipanen kembali setelah tiga hari bak diisi Rotifera kedua kali. Cara ini hanya berlaku 2–3 kali panen. Pada panen ketiga seluruhnya dipanen dan budidaya Rotifera dimulai kembali dari awal.
Sama seperti pada panen Chlorella sp., pada waktu panen dilakukan, ujung selang diberi plankton net (50 mm) yang harus terendam di dalam ember. Hal ini dilakukan agar tekanan air dari selang berkurang, sehingga Rotifera tidak rusak. Pemanenan dilakukan dengan cara menyiphon air budidaya, yaitu mengeluarkan air dari bak dengan memanfaatkan perbedaan tinggi air, antara air di dalam bak dan di dalam ember. Selama panen, air di ember harus diaerasi.






SUMBER:
Mokoginta I., 2003.  Modul Budidaya Rotifera - Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

REFERENSI:
Delbare, D. and Dhert, P. 1996. Cladoecerans, Nematodes and Trocophara Larvae, p. 283 – 295. In Manual on The Production and Use of Live Food (P. Lavens and P. Sorgelos, eds). FAO Fisheries Technical Paper 361.
Sulasingkin, D. 2003. Pengaruh konsentrasi ragi yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi Daphnia sp. Skripsi. FPIK. IPB.


Minggu, 23 Februari 2020

PENCEGAHAN KEPUNAHAN IKAN BELIDA (Notopterus Chitala)



PENCEGAHAN KEPUNAHAN IKAN BELIDA (Notopterus Chitala)




Salah satu penghuni perairan umum adalah ikan belida (Notopterus Chitala). Bagi masyarakat Sumatera Selatan, ikan belida sudah tidak asing lagi. Ikan tersebut merupakan salah satu bahan baku utama makanan khas daerah mereka seperti empek-empek, kerupuk, dan kemplang. Orang dikatakan belum ke Palembang kalau belum mencicipi makanan khas tersebut.

DISKRIPSI IKAN BELIDA

Secara taksonomi, ikan belida dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
Phylum                             :     Chordata
Kelas                                 :     Pisces
Sub-Kelas                        :     Teleostei
Ordo                                  :     Isospondyli
Family                               :     Notopteridae
Genus                               :     Notopterus
Spesies                             :     Notopterus Chitala
Di setiap daerah, ikan belida mempunyai nama spesifik, yaitu belido (Sumatera Selatan dan Jambi), belida (Kalimantan Barat) dan ikan pipih (Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah). Nama dagang ikan belida adalah knife fishes. Ikan belida ini dapat tumbuh hingga mencapai 87,5 cm. Di Sumatera Selatan (sungai Lempuing), ikan belida berukuran 83 cm dengan bobot 6 kg pernah ditemui (Adjie & Utomo, 1994).
Ikan belida menghuni perairan sungai dan rawa banjiran di bagian tengah dari daerah aliran sungai (DAS). Pengamatan   DAS  Musi  menunjukkan   bahwa   ikan   belida banyak ditemui di sungai yang banyak terdapat rantingatau kayu dan diperairan rawa banjiran yang berhutan. Tempat tersebut merupakan habitat ikan belida untuk menjalankan siklus kehidupannya, mulai mematangkan gonad, memijah, merawat telur, merawat anakan hingga tumbuh besar menjadi induk. Habitat pemijahan induk ikan belida yaitu bagian perairan yang mempunyai kedalaman dari 1,5-2 m. Selama musim kemarau, ikan belida menghuni anak sungai dan ia akan menyebar ke perairan sekitarnya (rawa banjiran dan persawahan) selama musim penghujan. 

Ikan belida mempunyai bentuk badan pipih. Pola pertumbuhannya mengikuti alometrik. Ikan belida betina lebih gemuk dari pada ikan jantan. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut, ikan belida menyantap ikan sebagai menu utamanya dan udang serta serangga air sebagai menu pelengkanya, sehingga ikan belida dapat dikategorikan ke dalam ikan buas (karnivora).
Menurut Adjie & Utomo (1994), ikan belida berukuran lebih dari 50 cm sudah memasuki usia dewasa dan diduga berusia lebih dari 3 (tiga) tahun.  Selanjutnya jumlah telur pada ikan belida ukuran 81-83 cm dengan bobot 4-6 kg per ekor adalah sekitar 1.194 – 8.320 butir.  Pengamatan Adjie et al. (1999)  di  Sungai  Batanghari dari  bulan  Mei – November menunjukkan bahwa ikan belida berukuran 70 – 93 cm dengan bobot 1,9 – 7,0 kg per ekor telah mempunyai telur, namun diameternya bervariasi dari 0,15 – 3,55 mm.  Smith (1945) melaporkan bahwa tidak semua telur ikan belida dikeluarkan pada saat memijah. Menurut Adjie et al. (1999) mengemukakan bahwa puncak musim pemijahan ikan belida terjadi pada bulan Juli (musim kemarau). Nelayan memancing pada musim kemarau dengan menggunakan pancing, empang arat, jaring insang, serta jaring insang khusus dipasang mendatar di permukaan air.      
Dari data produksi secara umum yang diambil dari Statistik Perikanan Indonesia selama 10 tahun (1989 – 1998) Anonim, 2000. secara umum terlihat bahwa produksi ikan belida dicapai pada tahun 1991. setelah itu produksinya cenderung menurun hingga tahun 1995 dan kemudian stabil hingga tahun 1998. penurunan produksi ikan belida tersebut menunjukkan bahwa populasi ikan tersebut sudah terancam kelestariannya. Di Sumatera ikan belida sudah mulai sulit didapat sejak 1995 dan banyak tertangkap di Sumatera Selatan. Sedangkan menurut survei plasma nutfah ikan di DAS Batanghari mengemukakan bahwa ikan belida sudah termasuk jenis ikan yang terancam kelestariannya.

FAKTOR - FAKTOR PENDORONG ANCAMAN KELESTARIAN IKAN BELIDA
1.   Peningkatan Intensitas Penangkapan
Intensitas penangkapan ikan belida di perairan umum terkait dengan peningkatan kebutuhan pasar. Permintaan pasar ikan belida terus meningkat akibat pasar makanan khas Sumatera Selatan tidak terbatas hanya di Sumatera Selatan saja. Hal ini mendorong peningkatan jumlah nelayan dan alat tangkap yang di operasikan untuk menangkap ikan belida. Laju peningkatan mortalitas ikan belida dialam oleh penangkapan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laju pemulihan kembali ketersediaan ikan tersebut dialam sehingga populasi ikan belida cepat berkurang.

2.   Penangkapan Induk Ikan Belida
Sungguhpun penangkapan ikan belida menggunakan alat tangkap sederhana, tetap akan terancam populasinya karena ukuran ikan yang ditangkap adalah besar sudah tergolong induk atau calon induk.  Induk belida dengan bobot 6 kg mengandung telur sebanyak 8.320 butir (Adjie & Utomo, 1994). Jika kita gunakan asumsi bahwa sekitar 1 % dari total telur (fekunditas) ikan belida dengan bobot 6 kg berhasil kembali menjadi induk, maka jumlah sediaan ikan di alam adalah sekitar 80 ekor atau setara dengan 480 kg. Artinya penangkapan satu ekor induk belida akan mengurangi  jumlahikan sebanyak 80 ekor yang mempunyai potensi telur sekitar 640.000 butir. 

3.   Pengoperasian Alat Tangkap Terlarang dan Tidak Ramah Lingkungan
Saat ini, alat tangkap racun sudah meluas digunakan oleh masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar perairan, setiap saat.  Ditambah lagi dengan penggunaan alat tangkap listrik yang menyebabkan kematian ikan secara massal. Di Sumatera Selatan, nelayan juga mengoperasikan jenis alat tangkap tuguk yang di pasang melintang di sungai kecil dan besar. Tuguk dianggap tidak ramah lingkungan karena prinsip kerjanya seperti trawl (pukat harimau) yang sangat tidak selektif.

4.   Peningkatan Tekanan Ekologis oleh Limbah
Sudah menjadi tradisi bahwa sungai merupakan tempat pembuangan limbah, semakin ke hilir, kadar limbahnya semakin tinggi. Menurut Pollnac & Malvestuto (1992), DAS Musi sebagai tempat hidup ikan belida dapat digolongkan ke dalam perairan yang mempunyai tekanan ekologis tinggi di Indonesia dibandingkan dengan Kalimantan (DAS Kapuas).  Penurunan kualitas perairan akibat limbah dapat mengganggu siklus hidup ikan belida.

5.   Pembukaan Lahan dan Pembangunan Infrastruktur
Pembukaan lahan dan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya menjadi sumber gangguan siklus  kehidupan ikan, termasuk belida. Selama musim hujan tanah terkikis dan menjadi sumber peningkatan tingkat kekeruhan perairan dan pendangkalan perairan. Kekeruhan yang tinggi akan mengganggu proses sintesis fitoplankton dan selanjutnya mempengaruhi struktur komunitas di atasnya, khususnya larva dan ikan kecil yang menggantungkan hidupnya pada plankton. Gangguan tersebut akan mempersempit peluang ikan belida untuk mendapatkan makanan. Sehingga hal demikian akan mengganggu kestabilan ekosistem suatu perairan.

6.   Proses Penuaan Alami
Proses penuaan tidak bisa dielakkan lagi. Hanya makhluk hidup yang kuat saja yang mampu bertahan hidup. Menurut Pollnac & Malvestuto (1992), perubahan kondisi lingkungan perairan dan penangkapan ikan yang berlebihan dapat menurunkan populasi ikan. Perusakan habitat sangat berbahaya terutama bagi jenis yang hidup endemik yang dapat mengakibatkan kepunahan jenis ikan tersebut. Oleh karena itu kita harus berbuat agar anak cucu kita masih dapat menikmati rasa dan keindahan ikan belida, khususnya bagi masyarakat di Sumatera Selatan.

TINDAKAN PENCEGAHAN KEPUNAHAN IKAN BELIDA
Di beberapa daerah menunjukkan bahwa secara umum ikan belida sudah terancam kepunahan populasinya. Untuk mencegah kepunahan jenis ikan tersebut, maka perlu membuat suatu keseimbangan antara kematian akibat penangkapan dan proses alami dengan rekrutmen sediaan ikan tersebut. Diantara cara mencegah kepunahan ikan belida tersebut adalah :
v Mendirikan suaka perikanan
v Domestikasi
v Penebaran kembali,  dan
v Pengembangan budidaya menjadi alternatif pencegahan kepunahan yang strategis
Suaka perikanan, khususnya daerah pemijahan menjadi penting dalam tindakan mencegah kepunahan ikan belida. Suaka perikanan tersebut akan menajdi peluang kepada ikan belida untuk melakukan proses reproduksinya secara normal.
Domestikasi adalaj upaya manusia untuk menjinakkan ikan liar agar dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi terkontrol sesuai dengan keinginan mereka. Proses domestikasi dapat dimulai pemeliharaan ikan belida ukuran kecil   (benih)  atau   besar  yang  ditangkap  dari  alam  dalam wadah budidaya. Ikan tersebut diberi pakan secara teratur sehingga matang kelamin dan dipijahkan secara terkontrol.
Keberhasilan domestikasi ikan belida akan mendorong pengembangan budidaya yang dapat mengurangi tekanan penangkapan. Selain itu benih hasil pemijahan dapat ditebar kembali ke perairan umum.     


DAFTAR PUSTAKA
Balai Riset kelautan dan Perikanan (2002). Warta Penelitian Perikanan Indonesia.
Yayan dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Ikan Belida Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.